Sabtu, 20 April 2013

SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM


POLA PENDIDIKAN ISLAM PADA PERIODE DINASTI UMAYYYAH

BAB II

PEMBAHASAN

A.   Pembentukan Dinasti Bani Umayyah
Muawiyah adalah pendiri dinasti umayyah, ia merupakan putra dari Abu Sufyan ibn Harb ibn Umayyah ibn Abdu Syam ibn Abd Manaf. Ibunya adalah Hindun binti Utbah ibn Rabiah ibn Abd Syam ibn Abd Manaf. Sebagai keturunan abdul manaf, Muawiyah mempunyai hubungan kekerabatan dengan nabi Muhammad. Ia masuk islam pada hari penaklukan kota Mekah (Fathul Mekkah) bersama penduduk kota Mekkah lainnya. Ketika itu Muawiyah berusia 23 tahun.[1]
Rasulullah sangat ingin sekali mendekatkan orang yang masuk islam diantara pemimpin-pemimpin keluarga ternama kepadanya, hal ini dilakukan agar perhatian mereka terhadap islam terjamin dan ajaran islam itu benar-benar tertanam di dalam hati mereka. Oleh karena Rasulullah berusaha agar Umayyah menjadi lebih akrab kepadanya.
Muawiyah diangkat menjadi anggota sidang penulis wahyu. Muawiyah banyak meriwayatkan hadis baik yang langsung berasal dari Rasul atau dari sahabat terkemuka maupun dari saudara perempuannya, yaitu Habibah binti Abu Sufyan (ia salah seorang istri Rasulullah), Abdullah ibn Abbas, Said ibn Musayyab, dan lain-lainnya.[2]
Pada saat khalifah Abu Bakar memerintah, Yazid ibn Abu Sufyan saudara Muawiyah diangkat menjadi panglima di salah satu dari empat divisi yang dikerahkan khalifah Abu Bakar untuk menaklukan daerah kota Syam. Setelah penaklukan itu, muawiyah dikirim untuk memimpin tentara bantuan untuk Yazid. Muawiyah bertempur di bawah pimpinan saudaranya, dan ia memimpin lascar islam dalam penaklukan kota Sidon, Beirut, dan lainnya yang terletak di pantai Damaskus.
Setelah kaum muslimin mencapai kemenangan pada masa khalifah Umar, Yazid ibn Abu Sufyan diangkat menjadi Gubernur Yordania. Ketika Yazid meninggal dunia, khalifah umar menggabungkan   daerah Damsyik dalam wilayah kekuasaan Muawiyah. Muawiyah dikenal sebagai seorang pemimpin yang berkepribadian kuat,jujur, serta ahli dalam bidang politik. Hal inilah yang meyebabkan khalifah Umar suka dan sayang kepadanya.
Dinasti  umayyah berkuasa selama 91 tahun (41-132 hijriah atau 661-750 masehi). Dengan 14 orang khalifah yang dimulai Umayyah ibn Abu Sufyan dan diakhiri Marwan ibn Muhammad sebagaimana yang ada pada bagan di bawah ini.



A.   Situasi Politik Sosial & Keagamaan Pada Dinasti Umayyah
Kekhalifahan Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan pada tahun 41 hijriah dan berakhir pada tahun 132 H. Dengan demikian bani umayyah berkuasa lebih kurang 91 tahun. Para ahli sejarah umumnya mencatat bahwa proses berdirinya kekhalifahan Bani Umayyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi, dan tipu daya, tidak melalui pilihan secara demokratis berdasarkan suara terbanyak. Nama-nama khalifah bani umayyah yang tergolong menonjol adalah  muawiyyah  Ibn Abi Sufyan (661-680), Abd Al- Malik Ibn Marwan (685-705 M), AL walid ibn Abd Al Malik (705-715 M), Umar in Abd al-Aziz (717-720 M), dan Hisyam ibn Abd Al- Malik (724-743 M).
Masa kekhalifahan Bani Umayyah selain banyak diisi dengan program-program besar, mendasar, strategis, juga banyak melahirkan golongan dan aliran dalam islam, serta perkembangan ilmu agama, ilmu umum, kebudayaan dan peradaban.[1]
*      Muawiyyah  Ibn Abi Sufyan (661-680)
-          Tunisia dapat ditaklukan
-          Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Axus dan Afghanistan hingga ke Kabul.
-          Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium dan Konstantinopel.
-          Muawiyyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan.
-          Beliau juga berusaha menertibkan angakatn bersenjata dan mencetak mata uang.
-          Dan pada masanya juga jabatan khusus seorang qadli adalah seorang spesialis di dibidangnya.

*      Abd Al- Malik Ibn Marwan (685-705 M)
-          Beliau menunudukkan Balkh, Bukhara, Khawariz, Freeghana, dan Samarkand.
-          Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind, dan daerah Punyab sampai ke Maltan.
-          Beliau dapat mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai di daerah-daerah yang dikuasai islam.
-          Berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa arab sebagai bahasa resmi administrasi pemerintahan islam.

*      Al Walid Ibn Abd Al Malik (705-715 M)
-          Pemerintahannya tercatat suatu ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua eropa, yaitu pada tahun 711 M.
-          Berhasil menundukkan al-Jazair dan Maroko
-          Berkemampuan melaksanakan pembangunan panti-panti untuk orang cacat yang para petugasnya digaji oleh Negara.
-          Membangun jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik, gedung, pemeritahan, dan masjid yang megah.

*      Umar bin Abd al-Aziz (717-720 M)
-          Beliau mulai dengan menyerang Bordeau, Politiers, dan terus Tours. Namun dalam peperangan yang terjadi di kota Tours, al-Ghafiqi terbunuh , dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol.
-          Memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah islam lebih baik daripada menambah perluasannya.
-          Beliau juga berhasil menjalin hubungan baik dengan golongan syi’ah.
-          Memberi  kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya.
-          Pajak diperingan, dan kedudukan Mawali (umat islam yang bukan keturunan Arab, berasal dari Persia, dan Armenia), disejajarkan dengan Muslim Arab.

*      Hisyam ibn Abd Al- Malik (724-743 M)
-          Berhasil menanganinya, dan menyebabkan kekhalifahan Umayyah berlanjut sebagai sebuah negara.
-          Hisyam merupakan pelindung seni yang besar, dan ia kembali mendorong berkembangnya seni di negaranya
-          Beliau  juga mendorong pengembangan pendidikan dengan membangun banyak sekolah.

B.   Ciri-Ciri Umum Pendidikan Pada Masa Umayyah
Pada uraian-uraian terdahulu telah dibicarakan secara sepintas tentang pendidikan yang dilalui oleh kaum Muslimin pada masa kebangkitan yaitu masa Rasul, khulafaur rasyidin hingga masa
umayyah. Untuk melengkapi  uraian tersebut dapat dilihat ciri-ciri pendidikannya sebagaimana yang akan dijelaskan pada keterangan berikut ini.[2]
Seperti yang telah diuraikan bahwa ciri pendidikan yang terpenting pada masa ini adalah :
ü  Pendidikan  Arab islam yang murni
ü  Bertujuan memantapkan dasar-dasar agama
ü  Berpegang kepada ilmu naqliyah dan lisaniyah.
ü  Berkomunikasi dengan bahasa tulisan
ü  Keluasan untuk mempelajari bahasa asing
ü  Pendidikan terpusat pada Maktab, Masjid, dan Al kutab.

1.      Pendidikan Arab Islam Yang Murni
Periode yang terentang dari awal lahirnya Islam sampai dengan akhir kerajaan Umayyah ditandai dengan Islamiyah dan Arabiyah yang murni. Hal ini berpangkal pada kemenangan Arab sedangkan unsur-unsur islam belum sempat membudaya secara sempurna seperti unsur  arab yang mengahadapi hukum, politik, agama, dan kebudayaan dengan segala ekstensinya.
2.      Bertujuan Memantapkan Dasar-Dasar Agama
Salah satu tujuan pendidikan pada masa ini adalah untuk pengembangan agama dan ajaran-ajarannya. Apalagi pada masa ini ditandai dengan penaklukan-penaklukan islam sebagai  upaya untuk pengembangan risalah islam di permukaan bumi. Oleh karena itu pendidikan islam diarahkan untuk memantapkan dasar-dasar agama.[3]

3.      Berpegang Kepada Ilmu Naqliyah dan Lisaniyah
Pada masa ini pendidikan islam sangat mengutamakan ilmu-ilmu Naqliyah yaitu dalil-dalil agama yang bersumberkan kepada wahyu semata seperti Qiraat, Tafsir, Hadits, Fiqih dan sebagainya. Untuk bisa menyajikannya kepada masyarakat sangat diperlukan ilmu bahasa Nahwu, Sharaf,  dan sebagainya. Maka ilmu Naqliyah-Lisaniyah ini adalah modal utama untuk mengembangkan pendidikan islam dan dakwah islamiyah ke seluruh pelosok dunia.
4.      Berkomunikasi Dengan Bahasa Tulis
Selain pemakaian pidato-pidato sebagai alat komunikasi pendidikan, lahir pula bahasa tulis sebagai alat komunikasi kedua, yang sebelumnya masih belum dikenal.kedatangan islam merupakan suatu factor yang melahirkan perhatian terhadap tulisan. Pentingnya tulis menulis ini mula pertama dirasakan pada waktu Rasulullah menerima wahyu dan menganjurkan kepada para sahabatnya agar wahyu itu ditulis agar terjaga keasliannya.
5.      Memberi Keluasan Mempelajari Bahasa-Bahasa Asing
Walaupun masih terbatas sekali, tetapi kepentingan mempelajari bahasa-bahasa asing telah dirasakan kegunaannya sajak permulaan islam. Ini adalah karena perhubungan kaum Muslimin dengan daerah-daerah lain. Nabi Muhammad s.a.w telah menganjurkan kepada beberapa orang sahabatnya untuk mempelajari bahasa-bahasa non-Arab karena tuntutan keperluan pengembangan islam itu sendiri.
6.      Pendidikan Terpusat Pada Kuttab dan Masjid
Lembaga pendidikan islam pada masa ini terpusat pada Al kuttab dan masjid-masjid. Madrasah pada masa itu belum ada, sedangkan maktab-maktab belum begitu penting. Kuttab dan masjid mempunyai peran penting dalam pendidikan islam, bahkan pada masa-masa berikutnya lembaga-lembaga pendidikan seperti ini masih terus berkesinambungan.[4]

C.   Keadaan Pendidikan Pada Masa Dinasti Umayyah
Pada uaian tentang situasi politik, social, dan keagamaan di zaman bani Umayyah sebagaimana tersebut diatas belum menyinggung masalah pendidikan.  Dengan adanya wilayah yang luas dan penduduk yang makin besar selain membutuhkan sandang, pangan dan papan, juga membutuhkan keamanan, kesehatan, dan pendidikan.
Berbagai sumber menyebutkan keadaan pendidikan di Zaman Bani Umayyah sebagai berikut :
1.      Visi, Misi, Tujuan Dan Sasaran
Visi pendidikan di zaman Bani Umayyah secara eksplisit tidak di jumpai. Namun dari berbagai petunjuk bisa diketahui bahwa visinya dalah unggul dalam ilmu agama dan umum sejalan dengan kebutuhan zaman dan masing-masing wilayah islam.
Adapun misinya antara lain :
·         Menyelenggarakan pendidikan agama dan umum secara seimbang.
·         Melakukan penataan kelembagaan dan aspek-aspek pendidikan islam.
·         Memberikan pelayanan pada seluruh wilayah islam secara adil dan merata.
·         Menjadikan pendidikan sebagai penopang utama kemajuan wilayah islam.
·         Memberdayakan masyarakat agar dapat memecahkan masalahnya sesuai dengan kemampuannya sendiri.[5]
Adapun tujuannya adalah mengahasilkan sumber daya manusia yang unggul secarav seimbang dalam ilmu agama dan umum sera mampu menerapkannya begi kemajuan wilayah islam.
Sedangkan yang menjadi sasrannya adalah seluruh umat atau warga yang terdapt seluruh wilayah kekuasaan islam, sebagai dasar bagi dirinya dalam membangun masa depan yang lebih baik.
Visi, misi, tujuan dan sasaran pendidikan tersebut diatas secara eksplisit atau tertulis tentu belum ada . namun dari segi kebijakannya secara umum serta hasil-hasil yang yang dicapai oleh dinasti ini mengandung visi, misi, tujuan dan sasaran tersebut di atas.


Sejarah mencatat, bahwa pada Masa Umayyah telah dilakukan hal-hal sebagai berikut :
·         Melakukan pemisahan antara kekuasaan agama dan kekuasaan politik
·         Melakukan pembagian kekuasaan ke dalam bentuk provinsi.
·         Membentuk organisasi dan lembaga-lembaga pemerintahan dalam bentuk departemen.
·         Membentuk organisasi keuangan yang terpusat pada Baitul Mal yang diperoleh dari pajak tanah , perorangan dan dan non-muslim, serta pencetak mata uang.
·         Membentuk organisasi kehakiman.
·         Membentuk lembaga soaial dan budaya.
·         Membentuk bidang seni dan sastra dengan menggunakan bahasa Arab.
·         Membentuk lembaga seni rupa.
·         Membentuk lembaga arsitektur.
Terjadinya berbagai kemajuan tersebut dipastikan karena didukung oleh tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang memilki wawasan ilmu pengetahuan, keterampilan, keahlian teknis, dan pengalaman yang dihasilkan melalui proses pendidikan dalam arti yang luas. Sejarah mencatat, bahwa disamping melakukan ekspansi teritorial, pemerintahan dinasti Umayyah juga menaruh perhatian dalam bidang pendidikan. Memberikan dorongan yang kuat terhadap kemajuan dunia pendidikan dengan menyediakan sarana dan prasarana.  Hal ini dilakukan dengan tujuan agar para ilmuan, para seniman, para ulama dapat mengembangkan bidang keahliannya masing-masing serta mampu melakukan kaderisasi ilmu.[6]
2.      Kurikulum
Kurikulum pendidikan pada Dinasti Umayyah meliputi :
a.       Ilmu pengetahuan bidang agama yaitu, segala ilmu yang bersumber dari Alquran, hadits, dan fiqih.
b.      Ilmu pengetahuan bidang sejarah & geografi yaitu, segala ilmu membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat.
c.       Ilmu pengetahuan bidang bahasa yaitu, segala ilmu yang mempelajari bahasa, nahwu, sharaf, dan lain-lain.
d.      Ilmu pengetahuan bidang filsafat yaitu, segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bahasa asing. Seperti ilmu mantiq, kedokteran, kimia, astronomi, ilmu hitung, dan ilmu lain yang berhubungan dengan ilmu itu.
Kurikulum pelajaran ini selanjutnya diatur secara lebih khusus pada setiap lembaga pendidikan. Dengan demikian, ilmu pengetahuan sudah merupakan satu keahlian, masuk kedalam bidang pemahaman dan pemikiran yang memerlukan kepada sistematika dan penyusunan. Golongan yang sudah biasa dengan keahlian ini adalah golongan non-Arab yang disebut Mawali: golongan yang berasal dari bangsa asing atau keturunannya.
3.      Kelembagaan
Lembaga-lembaga pendidikan yang berkembang pada zaman Bani umayyah, selain mesjid, kuttab, dan rumah sebagaimana yang telah ada sebelumnya, juga ditambah dengan lembaga pendidikan sebagai berikut.
a.Pendidikan Istana
Pendidikan di istana bukan saja mengajarkan ilmu pengetahuan umum, melainkan juga mangajarkan  tentang kecerdasan, jiwa raga, dan raga anak . Untuk pendidikan di istana ini misalnya diajarkan tentang Al-Quran , al-hadis, syair-syair yang terhormat, riwayat hukama (filsuf), membaca, menulis, berhitung dan ilmu-ilmu umum lainnya.
b.badiah
 Lembaga pendidikan badiah ini muncul sering dapat dengan  kebijakan pemerintahan Bani Umayyah untuk melakukan program Arabisasi yang di gagas oleh Khalifah Abdul Malik ibn Marwan. Secara harifah badiah artinya dusun badui di padang sahara yang di dalam terdapat bahasa Arab yang masih fasih dan murni sesuai dengan sesuai dengan kaidah bahasa Arab.
c. Perpustakaan
 Perpustakaan tumbuh dan berkembang seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta kegiatan dan penelitian dan penulisan karya ilmiah. Pada pendidikan dan pengajaran yang berbasis penelitian, perpustakaan memegang peranan yang sangat penting. Ia menjadi jantung sebuah lembaga pendidikan.[7]
d.Al-Bimaristan
Al-Bimaristan adalah rumah sakit tempat berobat dan merawat orang serta sekaligus berfungsi sebagai tempat melakukan magang dan penelitian bagi calon dokter. Di masa sekarang al-Bimaristan dikenal dengan istilah teaching hospital (rumah sakit pendidikan ). Khalid ibn Yazid, cucu Muawiyah, misalnya sangat tertarik pada ilmu kimia dan kedokteran. Melalui wewenang yang ada padanya, ia menyediakan sejumlah dana dan memerintahkan para sarjana Yunani yang ada di Mesir untuk menerjemahkan buku kimia dan kedokteran kedalam bahasa Arab. Inilah kegiatan penerjemahan pertama dalam sejarah islam. Tempat untuk melakukan kegiatan keilmuan ini adalah al- Bimaristan. Khalifah al-Walid ibn Abdul Malik termasuk khalifah yang banyak memberikan perhatian terhadap al-bimaristan.
4.      Pendidik
Pendidik adalah seseorang yang tugasnya selain mentransfer ilmu pengetahauan dan nilai-nilai kepada peserta  didik, juga menumbuhkan,membina,dan mengembangkan bakat,minat,dan segenap potensi yang dimiliki peserta didik, sehingga menjadi aktual dan terbedayakan secara optimal. Pendidik  pada zaman  Bani Umayyah disesuaikan dengan tugas dan fungsinya pada lembaga pendidikan sebagaimana tersebut di atas, yaitu ada pendidik yang bertugas di istana, dan ada pula pendidik yang bertugas di badiah, perpustakaan, dan al-Bimaristan.
      5.   Sarana dan Prasarana
Sarana dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang secara langsung maupun tidak langsung dapat digunakan untuk mendukung terlaksananya berbagai kegiatan. Dalam kegiatan pendidikan, sarana yang diperlukan antara lain gedung sekolah, perpustakan, tempat praktikum, sumber-sumber bacaan, peralatan laboratorium, peralatan praktikum, peralatan belajar mengajar seperti papan tulis, meja, dan kursi untuk guru dan murid, alat-alat tulis, gambar, peta, LCD, dan overhead projector ( OHP ). Adapun yang termasuk prasarana antara lain halaman masjid, lapangan olahraga, tempat parker, tempat istirahat, kantin, tempat pembayaran SPP/bank, tempat pelayanan kesehatan/rumah sakit, tempat pertunjukan   kesenian/teater, tempat pameran, dan toko buku.[8]
6.      Pembiayaan
Pembiayaan pendidikan diartikan sebagai sebagai usaha menyediakan sumber dana, sistem pengelolaan dan penggunaannya untuk berbagai kegiatan, termasuk pendidikan. Pembiayaan diperlukan untuk mengadakan atau membeli segala hal yang dibutuhkan untuk pendidikan, seperti untuk membangun gedung sekolah/ruang belajar mengajar, membangun gedung perpustakaan, gedung laboratorium, gedung praktikum, gedung administrasi, gedung pimpinan, pengadaan peralatan belajar mengajar, penggaji guru dan staf administrasi, pengadaan alat-alat tulis, kegiatan promosi, penyelenggaraan penerapan, telepon, pengadaan peralatan olahraga, dan kesenian . Semua hal yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan ini membutuhkan pembiayaan.
7.      Pengelolaan
Pengelolaan pendidikan dapat diartikan sebagai kegiatan merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), melaksanakan (actuating), mengawasi (controling), membina (supervising), dan menilai (evaluating) hal-hal yang berkaitan dengan seluruh aspek pendidikan: kurikulum, proses belajar mengajar, hasil pembelajaran, kinerja para guru dan dan staf, pelayanan administrasi pendidikan, dan respons masyarakat merupakan sesuatu yang dinamis dan mudah dipengaruhi oleh factor dan keadaan.
8.       Lulusan
Para lulusan pendidikan dapa diartkan mereka yang telah mengikuti pendidikan pada jenjang tertentu yang selanjutnya mendapat gelar atau sbutan yang menunjukkan keahliannya, dan memiliki otorits atas kepercayaan untuk mengajarkan ilmunya. Pada lulusan pendidikan di zaman Bani Umayyah ini terdiri dari para tabi’in, yaitu mereka yang hidup dan berguru kepada para sahabat Nabi, atau generasi kedua setelah sahabat. Dengan demikian , hubungan mereka dengan Rasulullah terletak pada hubungan mission, gagasan, cita-cita, dan semangat, dan bukan pada hubungan persahabatan dan perkawinan.
Para lulusan pendidikan  tersebut sesuai dengan jenjang dan jenis yang mereka ikuti. Dan yang merupakan lulusan yang dari pendidikan istana, badiah, perpustakaan, rumah sakit , serta ada pula yang mengajar ilmu-ilmu dasar di mesjid dan kuttab, dan selanjutnya kecerdasan , kesungguhan ketabahan , dan keuletannya, ia terus mengembangkan ilmunya secara autodidak atau selanjutnya menjadi seorang ahli.
Belum ada informasi yang pasti tentang berapa jumlah lulusan pendidikan zaman Bani Umayyah. Dan pada bagian ini hanya akan dikemukakan beberapa orang saja yang namanya sering didengar di kalangan para sarjana dan para pakar studi islam. Mereka itu adalah :
Ø  Thawus bin Kaisan (ahli ibadah atau zahid)
Ø  Al-Hasan  al-Basri (ahli fiqih dan ahli tasawuf yang kuat hapalannya)
Ø  Muhammad bin Sirin (ahli fiqih dan perawi hadis dan taat beribadah)
Ø  Al-Imam al-Zuhri (ahli hadis dan hafidz)
Ø  Al-Imam Abu Hanifah (ahli fiqih)
Ø  Abdurrahman bin Amr al-Auza’i (ahli fiqih)
Ø  Sufyan At-Tsauri (ahli hadis dan zahid serta ahli ibadah)
Ø  Malik bin Anas (ahli hadis dan fiqih)
Ø  Waqi’ bin al-Jarrah (ahli fiqih)
Ø  Yahya bin Said al-Qaththani (ahli hadis)
Ø  Muhammad bin Idris al-Syafi’i (ahli fiqih)
Ø  Yahya bin Ma’in (ahli haids)
Ø  Ahmad bin Hambal (ahli hadis dan fiqih).[9]

D.   Pusat-Pusat Pendidikan Pada Masa Dinasti Umayyah
Pada masa dinasti umayyah, islam telah tersebar keberbagai daerah di luar Saudi Arabia, seperti Syria (syam), Irak, Iran (parsi), Mesir, Maghribi (maroko) dan telah sampai pula ke Andalusia (spanyol) tahun 711 M.
Dengan tersebarnya islam keberbagai daerah tersebut maka timbul pulalah pusat-pusat pendidikan islam, antara lain:
a.       Di kota Makkah dan Madinah (Hijaz)
b.      Di kota Basrah dan Kufah (Irak)
c.       Di kota Damsyik dan Palestina (Syam)
d.      Di kota Fustat (Mesir)
Mahmud Yunus mengemukakan tentang madrasah-madrasah yang terkenal pada masa Umayyah dan telah banyak melahirkan ulama.
a.       Madrasah Makkah
Guru yang pertama yang mengajar di Mekkah sesudah penaklukan kota adalah Muaz bin Jabal, kemudian Abdullah bin Abbas selanjutnya ia mengajarkan tafsir, fiqh, dan sastra. Abdullah bin Abbaslah pembangun Madrasah Makkah yang termasyur di negeri islam.selanjutnya beliau digantikan oleh murid-muridnya dari kalangan tabi’in, seperti Mujahid bin Jabar, ‘Athak bin Abu Rabah, dan Thawus bin Kaisan.

Madrasah Madinah
Di madinah banyak tinggal sahabat-sahabat Rasul seperti Abu Bakar, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Umar dan lain-lain, dan yang bertugas selali menjadi guru adalah Zaid bin Tsabit dan Abdullah bin Umar. Dari kalangan tabi’in terkenal: Sa’id bin Musaiyab, ‘Urwah bin Zubair bin Al Awwam.[10]

b.      Madrasah Basrah
Ulama yang termashur di Basrah ialah Abu Musa Al Asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa al As’ary ahli fiqih dan hadits, serta ahli al-quran. Sedangkan Anas bin Malik termashur dalam ilmu hadits.

c.       Madrasah Kufah
Sahabat Rasullah yang termasyur di kufah ialah Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud, Ali bin Abi Thalib banyak memusatkan perhatiannya dalam hal-hal politik dan peperangan. Sedangkan Abdullah bin Mas’ud terjun kedunia pendidikan.


d.      Madrasah Damsyik (Syam)
Setelah negeri Syam menjadi sebahagian negeri islam, maka Umar bin Khattab mengutus tiga orang guru agama yaitu: Muaz bin Jabal, ‘Ubaidah dan Abu Dardak.selanjutnya mereka dilanjutkan oleh murid-muridnya seperti Abu Idris al Khailany, Makhul Ad Dimasyik, Umar bin Abd Aziz dan Razak bin Haiwah.

e.       Madrasah Fustat (Mesir)
Ulama yang mula sekali mendirikan madrasah di Mesir ialah Abdullah bin ‘Amr bin ‘As, kemudian sesudah itu muncullah Yazid bin Abu Habib an Nuby, Abdullah bin Abu Jakfar bin Rabi’ah. Selanjutnya dilanjutkan oleh Abdullah bin Lahi’ah dan Al Lais bin Sa’ad.
Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwa para sahabat Nabi itu tersebar ke berbagai kota-kota islam dan di sana mereka menjadi ulama yang melahirkan pula generasi ulama berikutnya dan demikianlah seterusnya sehingga estafet keilmuan islam itu bergulir dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perguliran keilmuwan islam itu tiada lain karena adanya pendidikan islam, dengan demikian terjadilah transfer ilmu, nilai dan skill dari satu generasi ke generai berikutnya.[11]



[1] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:Kencana, 2011), h. 127.
[2] Fakhrur rozy dalimunte, sejarah pendidikan islam, (Medan: Rimbow,1986) h. 35
[3] Ibid. h. 37
[4] Fakhrur rozy dalimunte, sejarah pendidikan islam, (Medan: Rimbow,1986) h. 42
[5] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:Kencana, 2011), h. 132.
[6] Samsul Nizar, (ed.), Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2007), cet.I, hlm. 58.
[7] Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta:Kencana, 2011), h. 136
[8] Ibid. h. 139
[9] Syekh Ahmad Farid, 60 Biografi Ulama Salaf , (terj) masfuri irham dan asmu’I taman, Min A’lam al-Salaf, (Jakarta:pustaka kautsar, 2006), cet. I.
[10] Haidar putra daulay, sejarah pendidikan islam, (medan. Diktat, 2012)h. 65
[11] Ibid, h. 37