Contoh Artikel Ilmiah Dalam Versi Panjang
PENDAHULUAN
Untuk memahami etika usaha yang Islami, terlebih dahulu harus dipahami peran
dan tugas manusia di dunia. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Adz
Dzaariyat ayat 56, yang artinya:
“Dan tidak Ku-Ciptakan jin dan manusia melainkan (semata mata) agar mereka
beribadah (mengabdi) kepada-Ku”.
Oleh karena itu semua tindakan manusia di dunia ini adalah semata-mata ibadah,
semata-mata untuk mengabdi kepada Allah SWT. Dan sebagai abdi Allah SWT maka manusia
dalam semua tindakannya harus mengikuti perintah-Nya dan menghindari
larangan-Nya. Semua tindakan tersebut juga termasuk tindakan dalam berusaha.
Disamping sebagai abdi dari Allah SWT, manusia juga diangkat oleh Allah SWT
untuk menjadi khalifah di muka bumi. Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat
Al Baqarah ayat 30:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.”
Dan dalam surat Al A’raf ayat 128:
“Sesungguhnya bumi kepunyaan Allah, dipusakakan-Nya kepada yang dikehendaki-Nya
dari hamba-hamba-Nya.”
Islam adalah agama yang paling banyak mendorong umatnya untuk menguasai
perdagangan. Karena itu, Islam memberikan penghormatan yang tinggi kepada para
pedagang. Dalam Sebuah hadits, Nabi Muhammad Saw, menempatkan dan mensejajarkan
para pedagang bersama para Nabi, Syuhada dan Sholihin (Hadits riwayat Tarmizi).
Menurut Ibnu Khaldun, bidang ini memiliki kedudukan yang sangat penting dalam
membangun peradaban Islam.
Namun, masalah perdagangan (bisnis) kurang mendapat tempat dalam gerakan
peradaban Islam. Padahal sektor ini sangat penting untuk diaktualisasikan kaum
muslimin menuju kejayaan Islam di masa depan. Tema perdagangan ini perlu
diangkat ke permukaan mengingat kondisi obyektif kaum muslimin di berbagai
belahan dunia sangat tertinggal di bidang perdagangan.
Dalam berbagai hadits Nabi Muhammad Saw sering menekankan pentingnya
perdagangan. Di antaranya riwayat dari Mu’adz bin Jabal, bahwa Nabi bersabda:
“Sesungguhnya sebaik-baik usaha adalah usaha perdagangan (H.R.Baihaqi dan
dikeluarkan oleh As-Ashbahani). Hadits ini dengan tegas menyebutkan bahwa
profesi terbaik menurut Nabi Muhammad adalah perdagangan.
Namun sangat disayangkan, kaum muslimin tidak merealisasikan hadits ini dalam
realitas kehidupan dan membiarkan perdagangan dikuasai orang lain, akibatnya
ekonomi umat Islam kalah jauh apabila dibandingkan dengan ekonomi bangsa-bangsa
yang lainnya. Keadaan seperti ini juga pernah terjadi di masa Umar bin Khattab,
yaitu ketika para sahabat mendapat harta ghanimah yang melimpah melalui
ekspansi wilayah Islam ke Persia, Palestina dan negara-negara tetangga, karena
itu para pejabat dan panglima tentera Islam mulai meninggalkan perdagangan.
Umar mengingatkan mereka, “Saya lihat orang asing mulai banyak menguasai
perdagangan, sementara kalian mulai meninggalkannya (karena telah menjadi
pejabat di daerah dan mendapat harta ghanimah), Jangan kalian tinggalkan
perdagangan, nanti laki-laki kamu tergantung dengan laki-laki mereka dan wanita
kamu tergantung dengan wanita mereka”.
Dari pernyataan Umar di atas, dapat dijelaskan bahwa jika perdagangan dikuasai
umat lain (bangsa lain), dikhawatirkan umat Islam akan tergantung kepada bangsa
tersebut. Apa yang dikhawatirkan Umar tersebut, kini telah terjadi di
negara-negara Muslim, termasuk di Indonesia, dimana umat Islam sangat
tergantung pada bangsa-bangsa lain, bahkan ketergantungan itu merasuk kepada
kebijakan ekonomi dan politik negara muslim, merasuk ke aspek budaya, ilmu
pengetahuan, bahkan mengganggu aqidah dan akhlak umat Islam.
Betapa pentingnya umat Islam dalam menguasai perdagangan, sehingga Nabi
Muhammad Saw mewajibkan umat Islam untuk menguasai perdagangan. Dalam sebuah
hadits, Nabi Muhammad Saw mengatakan, “Hendaklah kamu berdagang, karena di
dalamnya terdapat 90 % pintu rezeki (H.R.Ahmad).
PEMBAHASAN
A. Perdagangan dalam Al-quran
Perdagangan secara umum berarti kegiatan jual beli barang dan/atau jasa yang
dilakukan secara terus menerus dengan tujuan pengalihan hak atas barang dan/atau
jasa dengan disertai imbalan atau kompensasi (SK MENPERINDAG No.
23/MPP/Kep/1/1998).
Dalam Al-quran, perdagangan dijelaskan dalam tiga bentuk, yaitu tijarah
(perdagangan), bay’ (menjual) dan Syira’ (membeli). Selain istilah tersebut
masih banyak lagi istilah-istilah lain yang berkaitan dengan perdagangan,
seperti dayn, amwal, rizq, syirkah, dharb, dan sejumlah perintah melakukan
perdagangan global (QS. Al-Jum’ah : 9).
Kata tijarah adalah mashdar dari kata kerja yang berarti menjual dan membeli.
Kata tijarah ini disebut sebanyak 8 kali dalam Alquran yang tersebar dalam
tujuh surat, yaitu surat Al-Baqarah :16 dan 282, An-Nisaa’ : 29, At-Taubah :
24, An-Nur :37, Fathir : 29 , Shaf : 10 dan Al-Jum’ah :11. Pada surat
Al-Baqarah disebut dua kali, sedangkan pada surat lainnya hanya disebut
masing-masing satu kali.
Sedangkan kata ba’a (menjual) disebut sebanyak 4 kali dalam Al-quran, yaitu
Surat Al-Baqarah :254 dan 275, Surat Ibrahim :31 dan Surat Al-Jum’ah :9.
Selanjutnya istilah lain dari perdagangan yang juga terdapat dalam Al-quran
adalah As-Syira. Kata ini terdapat dalam 25 ayat. Dua ayat di antaranya
berkonotasi perdagangan dalam konteks bisnis yang sebenarnya (surat Yusuf ayat
21 dan 22), yang menjelaskan tentang kisah Nabi Yusuf yang dijual oleh orang
yang menemukannya.
Dalam surat al-Jum’ah ayat 10 Allah berfirman, ” Apabila shalat sudah
ditunaikan maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah karunia Allah serta
banyak-banyaklah mengingat Allah agar kalian menjadi orang yang beruntung..
Apabila ayat ini kita perhatikan secara seksama, ada dua hal penting yang harus
kita cermati, yaitu fantasyiruu fi al-ard (bertebaranlah di muka bumi) dan
wabtaghu min fadl Allah (carilah rezeki Allah).
Makna fantasyiruu adalah perintah Allah agar umat Islam segera bertebaran di
muka bumi untuk melakukan aktivitas bisnis setelah shalat fardlu selesai
ditunaikan. Allah SWT tidak membatasi manusia dalam berusaha, hanya di kampung,
kecamatan, kabupaten, provinsi, atau Indonesia saja. Allah memerintahkan kita
untuk go global atau fi al-ard. Ini artinya kita harus menembus seluruh penjuru
dunia.
Ketika perintah bertebaran ke pasar global bersatu dengan perintah berdagang,
maka menjadi keharusan bagi kita membawa barang, jasa dan komoditas ekspor
lainnya serta bersaing dengan pemain-pemain global lainnya. Menurut kaidah
marketing yang sangat sederhana tidak mungkin kita bisa bersaing sebelum
memiliki daya saing di 4 P: Products, Price, Promotion, dan Placement atau
delivery.
Dalam Surat Al-Quraisy Allah melukiskan satu contoh dari kaum Quraisy yang
telah mampu menjadi pemain global dengan segala keterbatasan sumber daya alam
di negeri mereka. Allah berfirman, “Karena kebiasaan orang-orang Quraisy.
(Yaitu) kebiasaan melakukan perjalanan dagang pada musim dingin dan musim panas.”
Para ahli tafsir baik klasik, seperti al-Thabari, Ibn Katsir, Zamakhsyari,
maupun kontemporer seperti, al-Maraghi, az-Zuhaily, dan Sayyid Qutb, sepakat
bahwa perjalanan dagang musim dingin dilakukan ke utara seperti Syria, Turki,
Bulgaria, Yunani, dan sebagian Eropa Timur, sementara perjalanan musim panas
dilakukan ke selatan seputar Yaman, Oman, atau bekerja sama dengan para
pedagang Cina dan India yang singgah di pelabuhan internasional Aden.
B. Karakteristik Perdagangan Syari’ah
Prinsip dasar yang telah ditetapkan Islam mengenai perdagangan atau niaga
adalah tolok ukur dari kejujuran, kepercayaan dan ketulusan. Dalam perdagangan
nilai timbangan dan ukuran yang tepat dan standar benar-benar harus
diperhatikan. Seperti yang telah dijelaskan dalam surat Al Muthoffifin ayat 2-7
:
“Kecelakaan besarlah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima
takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi. Dan apabila mereka menakar atau
menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.tidaklah orang-orang itu
menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang
besar, yaitu hari ketika manusia berdiri menghadap Tuhan Semesta Alam?
Sekali-kali jangan curang, karena sesungguhnya kitab orang yang
durhaka,tersimpan dalam Sijjin.”
Selain itu, Islam tidak hanya menekankan agar memberikan timbangan dan ukuran
yang penuh, tetapi juga dalam menimbulkan itikad baik dalam transaksi bisnis.
Hasil beberapa pengamatan yang dilakukan menjelaskan bahwa hubungan buruk yang
timbul dalam bisnis dikarenakan kedua belah pihak yang tidak dapat menentukan
kejelasan secara tertulis syarat bisnis mereka. Untuk membina hubungan baik
dalam berbisnis, semua perjanjian harus dinyatakan secara tertulis dengan
menyantumkan syarat-syaratnya, karena “yang demikian itu lebih adil di sisi
Alloh, dan lebih menguatkan persaksian, dan lebih dapat mencegah timbulnya
keragu-raguan.” (Al Baqoroh : 282-283)
Disamping itu, ada beberapa hal yang terkait dengan perdagangan syariah, yaitu
:
1.Penjual berusaha memberikan pelayanan yang terbaik kepada konsumen, sehingga
konsumen akan merasa telah berbelanja sesuai syariah Islam, dimana konsumen
tidak membeli barang sesuai keinginan tetapi menurut kebutuhan.
2.Penjual menjalankan bisnisnya secara jujur yakni kualitas barang yang dijual
sesuai dengan harganya, dan pembeli tidak dirangsang untuk membeli barang
sebanyak-banyaknya.
3.Hal yang paling baik bukan masalah harga yang diatur sesuai mekanisme pasar,
namun status kehalalan barang yang dijual adalah lebih utama. Dengan konsep perdagangan
syariah, konsumen yang sebagian besar masyarakat awam akan merasa terlindungi
dari pembelian barang dengan tidak sengaja yang mengandung unsur haram yang
terkandung di dalamnya. Barang-barang yang dijual dengan perdagangan syariah
juga diperoleh dengan cara tidak melanggar hukum diantaranya bukan barang
selundupan, memiliki izin SNI dan sebagian lagi memiliki label halal.
4.Sesungguhnya barang dan komoditi yang dijual haruslah berlaku pada pasar
terbuka, sehingga pembeli telah mengetahui keadaan pasar sebelum melakukan
pembelian secara besar-besaran. Penjual tidak diperkenankan mengambil
keuntungan dari ketidaktahuan pembeli akan keadaan pasar dan harga yang
berlaku.
C. Perdagangan Yang Dilarang
1.Talqi – Jalab
Talqi-jalab adalah suatu kegiatan yang umum dilakukan oleh orang-orang Madinah,
yaitu manakala para petani membawa hasil ke kota, lalu menjualnya kepada
orang-orang di kota kemudian orang kota tersebut menjual hasil panen tersebut,
dengan harga yang mereka tetapkan sendiri. Rosululloh tidak menyukai cara
perdagangan seperti ini, karena beliau menganggap perbuatan tersebut mencurangi
seseorang.
1.Perdagangan melalui Al-Hadir-Libad
Ada beberapa orang bekerja sebagai agen-agen penjualan hasil panen dan semua
hasil panen dijual melalui mereka. Mereka memperoleh keuntungan baik dari
penjual maupun dari pembeli dan seringkali mencabut keuntungan sebenarnya yang
harus diterima petani dan kepada para pembeli tidak diberi harga yang benar dan
wajar. Rosululloh melarang bentuk perdagangan dengan menarik keuntungan dari
penjual dan pembeli.
1.Perdagangan dengan cara Munabazah
Dalam perdagangan secara munabazah, seseorang menjajakan pakaian yang dia
miliki untuk dijual kepada orang lain dan penjualan tersebut menjadi sah,
meskipun orang tersebut tidak memegang atau melihat barang tersebut. Berarti
bahwa penjual langsung melemparkan barang kepada pembeli dan penjualan itu sah.
Pembeli tidak ada kesempatan untuk memeriksa pakaian tersebut atau harganya.
Ada kemungkinan penipuan atau kecurangan atau penggmbaran yang keliru dalam
bentuk perdagangan seperti ini, sehingga Rosululloh melarang perdagangan dengan
cara munabazah.
1.Perdagangan dengan cara Mulamasah
Dalam perdangangan secara mulamasah, seseorang menjual sebuah pakaian dengan
boleh memegang tapi tanpa perlu membuka atau memeriksanya. Hal ini juga
dilarang Rosululloh karena keburukannya sama seperti munabazah.
1.Perdagangan dengan cara Habal-Al-Habala
Bentuk perdagangan ini sangat umum di negara Arab pada waktu itu. Dalam
perdagangan ini, seseorang menjual seekor unta betina dengan berjanji membayar
apabila unta itu melahirkan seekor anak unta jantan atau betina. Cara
perdagangan seperti inipun dilarang oleh Rosululloh karena mengandung unsur
perkiraan atau spekulasi.
1.Perdagangan dengan cara Al-Hasat
Dalam bentuk perdagangan seperti ini, penjual akan menyampaikan kepada pembeli
bahwa apabila pembeli melemparkan pecahan-pecahan batu kepada penjual, maka
penjualan akan dianggap sah. Cara seperti ini juga diharamkan oleh Rosululloh
karena sama buruknya dengan perdagangan secara munabazah dan mulamasah.
1.Perdagangan dengan cara muzabanah
Dalam bentuk perdagangan ini, buah-buahan ketika masih di atas pohon sudah
ditaksir dan dijual sebagai alat penukar untuk memeperoleh kurma dan anggur
kering, atas sederhananya menjual buah-buahan segar untuk memperoleh
buah-buahan kering. Rosululloh melarang cara seperti ini karena didasari atas
perkiraan dan dapat merugikan satu pihak jika perkiraan ternyata salah
1.Perdagangan dengan cara Muhaqolah
Dalam sistem muhaqolah ini, panen yang belum dituai dijual untuk memperoleh
hasil panen yang kering. Rosululloh melarang cara perdagangan seperti ini
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abdullah Ibn Umar, Abu Said al Khudri dan
Said Ibn Mussayyib. Bentuk ini sama dengan bentuk muzabanah dengan semua
kemudharatannya.
1.Perdagangan tanpa hak pemilikian
Perdagangan barang-barang khususnya yang tidak tahan lama, tanpa perolehan hak
milik juga dilarang oleh Rosululloh karena mengandung unsur keraguan dan
penipuan. Diriwayatkan oleh Ibn Umar bahwa Rosululloh bersabda: “Siapapun yang
membeli gandum tidak berhak menjualnya sebelum memperoleh hak miliknya.”
1.Perdagangan dengan cara Sarf
Perdagangan dengan cara sarf berarti menggunakan transaksi di mana emas dan
perak dipakai sebagai alat tukar untuk memperoleh emas dan perak. Rosululloh
bersabda bahwa pertukaran emas dengan emas merupakan riba kecuali dari tangan
ke tangan, kurma dengan kurma adalah riba kecuali dari tangan ke tangan, dan
garam dengan garam adalah riba kecuali dari tangan ke tangan.
1.Perdagangan dengan cara Al-Ghoror
Perdagangan yang dilakukan dengan cara melakukan penipuan terhadap pihak lan.
1.1.Misrot
Misrot adalah hewan yang mempunyai susu, tapi susunya tidak diperas. Kebanyakan
orang apabila berkeinginan menjual binatang ini terlebih dahulu diperah selama
beberapa hari untuk menipu pembeli. Ini adalah salah satu cara dimana pembeli
binatang merasa ditipu dan diminta untuk membayar dengan harga yang lebih mahal
1.1.Najsh
Sederhananya, najsh itu bermakna terjadinya sesuatu kenaikan harga karena
seseorang telah mendengar bahwa harga barang tersebut telah naik, lalu
membelinya tetapi tidak karena ingin membelinya melainkan karena ingin
menjualnya kembali dengan menetapkan harga yang lebih tinggi, atau berminat
terhadap barang yang dijual dengan tujuan untuk menipu orang lain.
1.1.Penjualan dengan sumpah
Penjual menjual barangnya (dalam harga tinggi) dengan melakukan sumpah tentang
tingginya kualitas barang tersebut.
1.1.Pemalsuan
Rosululloh melarang pemalsuan barang-barang yang akan dijual sebagaiman yang
diriwayatkan oleh Imam Bukhori.
1.Perdagangan dengan cara menyembunyikan
Cara seperti ini yaitu menyembunyikan gandum dan barang-barang lainnya untuk
menaikkan harga dengan sengaja.
1.Monopoli
Monopoli akan muncul manakala pusat kontrol pasokan (supply) barang atau jasa
dipegang oleh satu orang atau sekelompok orang.dia yang mengontrol pasokan
barang atau jasa dan menetapkan harga yang menguntungkan baginya, tetapi
keuntungannya tidak bermanfaat bagi masyarakat.
D. Keadaan Perdagangan Saat Ini
Contoh yang paling dekat dengan kemampuan dagang yang dilukiskan Al-Qur’an saat
ini mungkin terdapat pada Singapura atau Hongkong, negeri yang miskin
sumberdaya alam tetapi mampu menggerakkan dan mengontrol alur ekspor di
regional Asia Tenggara dan Pasifik. Bagaimana dengan Indonesia, yang luas salah
satu provinsinya (Riau) 50 kali Singapura, dengan potensi ekspor dan sumberdaya
alam yang ribuan kali lipat. Mungkin kita harus becermin pada Al-Qur’an yang selama
ini kita tinggalkan untuk urusan bisnis dan ekonomi.
Meskipun Al-Qur’an cukup banyak membicarakan perdagangan bahkan dengan tegas
memerintahkannya, dan meskipun negeri-negeri muslim memiliki kekayaan alam yang
besar, namun ekonomi umat Islam jauh tertinggal dibanding negara-negara non
Muslim. Banyak faktor yang membuat umat Islam tertinggal dari bangsa lain,
antara lain, lemahnya kerjasama perdagangan sesama negeri muslim. Menurut
catatan OKI sebagaimana yang terdapat dalam buku “Menuju tata baru Ekonomi
Islam, kegiatan perdagangan sesama negeri muslim hanya 12 % dari jumlah
perdagangan negara-negara Islam”.
Fenomena lemahnya kerja sama perdagangan itu terlihat pada data-data berikut :
1.Lebanon dan Turki mengekspor mentega ke Belgia, United Kingdom dan
negara-negara Eropa Barat lainnya. Semenentara Iran, Malayisa, Pakistan dan
Syiria mengimpor mentega dari Eropa Barat.
2.Aljazair mengekspor gas asli ke Perancis, sedangkan Perancis mengekspornya ke
Magribi
3.Mesir adalah pengekspor kain tela yang ke 10 terbesar di dunia, tetapi
Aljazair, Indonesia, dan Iran mendapatkan kain itu (impor) dari Eropa Barat.
4.Aljazair, Mesir dan Malaysia mengimpor tembakau dari Columbia, Greece, India,
Philipine dan Amerika Serikat. Sementara Turki dan Indonesia adalah mengekspor
utama tembakau ke Amerika dan Eropa.
Fakta lain juga menunjukkan bahwa produk Indonesia yang dibutuhkan negara
muslim di Timur Tengah, harus melalui Singapura. Kounsekuensinya yang mendapat
keuntungan besar adalah Singapura, karena ia membeli dengan harga murah dan
menjual ke Timur Tengah dengan harga mahal. Dan negara kita sering kali cukup
puas dengan kemampuan ekspor sekalipun mendapatkan keuntungan (margin) yang
sedikit. Hal ini menunjukkan kebodohan kita dalam perdagangann internasional.
Hal ini tentu tidak sesuai dengan Nabi Muhammad yang telah meneladankan sikap
fathanah (cerdas) dan komunikatif (tabligh) dalam perdagangan.
Dengan berbagai kelemahan dan fakta yang ada di atas, maka diperlukan penerapan
beberapa langkah ataupun strategi yang baik dan sesuai/tidak jauh dari
Al-Qur’an. Dalam melaksanakan strategi-strategi tersebut, maka harus didasarkan
pada konsep berusaha yang sesuai syariat Islam. Konsep-konsep dasar dalam
berusaha tersebut antara lain :
1.Berusaha hanya untuk mengambil yang halal dan baik (thoyib)
Allah SWT telah memerintahkan kepada seluruh manusia jadi bukan hanya untuk
orang yang beriman dan muslim saja untuk hanya mengambil segala sesuatu yang
halal dan baik (thoyib). Dan untuk tidak mengikuti langkah-langkah syaitan dengan
mengambil yang tidak halal dan tidak baik.
“Hai sekalian manusia, makanlah (ambillah) yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan, karena
sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu” (Q.S. Al Baqarah :168)
Oleh karena itu, dalam berusaha Islam mengharuskan manusia untuk hanya
mengambil hasil yang halal. Yang meliputi halal dari segi materi, halal dari
cara perolehannya, serta juga harus halal dalam cara pemanfaatan atau penggunaannya.
Banyak manusia yang memperdebatkan mengenai ketentuan halal ini. Padahal bagi
umat Islam acuannya sudah jelas, yaitu sesuai dengan sabda Rasulullaah SAW:
Sesungguhnya perkara halal itu jelas dan perkara haram itupun jelas, dan
diantara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat (meragukan) yang tidak
diketahui oleh orang banyak. Oleh karena itu, barangsiapa menjaga diri dari
perkara syubhat, ia telah terbebas (dari kecaman) untuk agamanya dan
kehormatannya . . .. . .Ingat! Sesungguhnya didalam tubuh itu ada sebuah
gumpalan, apabila ia baik, maka baik pula seluruh tubuh, dan jika ia rusak,
maka rusak pula seluruh tubuh, tidak lain ia adalah hati” (Hadits)
Jadi sesungguhnya yang halal dan yang haram itu jelas. Dan bila masih diragukan
maka sebenarnya ukurannya berkaitan erat dengan hati manusia itu sendiri,
apabila hatinya jernih maka segala yang halal akan menjadi jelas. Dan
sesungguhnya segala sesuatu yang tidak halal termasuk yang syubhat tidak boleh
menjadi obyek usaha dan karenanya tidak mungkin menjadi bagian dari hasil
usaha.
1.Memperoleh hasil usaha hanya melalui perniagaan yang berlaku secara ridho
sama ridho karena saling memberi manfaat
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku secara
ridho sama ridho di antara kamu”. (Q.S. An Nisaa:29)
Kemudian Allah SWT memerintahkan kepada orang yang beriman agar bila ingin
memperoleh keuntungan dari sesamanya hanya boleh dengan jalan perniagaan (baik
perniagaan barang atau jasa) yang berlaku secara ridho sama ridho. Untuk
penjelasannya dapat dikaji hadits berikut ini:
Nabi Muhammad saw. pernah mempekerjakan saudara Bani `Adiy Al Anshariy untuk
memungut hasil Khaibar. Maka ia datang dengan membawa kurma Janib (kurma yang
paling bagus mutunya). Nabi Muhammad SAW bertanya kepadanya: Apakah semua kurma
Khaibar demikian ini? Orang itu menjawab: Tidak, demi Allah, wahai Nabi Utusan
Allah. Saya membelinya satu sha` dengan dua sha` kurma Khaibar (sebagai
bayarannya). Nabi Muhammad SAW bersabda: Janganlah berbuat begitu, tetapi
tukarkan dengan jumlah yang sama, atau juallah ini (kurma Khaibar) lalu belilah
kurma yang baik dengan hasil penjualan (kurma Khaibar) tadi.
Intisari dari pelajaran yang diberikan oleh Rasulullah SAW adalah bahwa harga
dalam setiap perniagaan harus mengikuti penilaian (valuasi atau mekanisme)
pasar. Karena penilaian yang dilakukan (oleh masyarakat) melalui mekanisme
pasar akan memberikan penilaian yang adil. Tentunya selama pasar berjalan
dengan wajar. Sehingga kaidah ‘ridho sama ridho’ yang disyaratkan dapat
dicapai. Dan untuk memfasilitasi perniagaan melalui mekanisme pasar tersebut
diperlukan prasarana alat tukar nilai yang disebut sebagai uang.
1. Fungsi Uang yang utama adalah sebagai alat tukar nilai di dalam transaksi
Dalam syariah Islam, uang semata-mata berfungsi sebagai alat tukar nilai. Oleh
karena itu salah seorang pemikir Islam, Imam Ghazali, menyatakan bahwa “Uang
bagaikan cermin, ia tidak mempunyai warna namun dapat merefleksikan semua
warna.” Maksudnya uang itu sendiri seharusnya tidak menjadi obyek (perniagaan)
melainkan semata-mata untuk merefleksikan nilai dari obyek. Dan bagaikan cermin
yang baik, uang harus dapat merefleksikan nilai dari obyek (perniagaan) secara
jernih dan lengkap. Oleh karena itu pada zaman Rasulullah SAW uang dibuat dari
logam mulia (emas atau perak) dan mempunyai spesifikasi (mutu dan berat) yang
tertentu.
Pemerintahan Rasulullah SAW sendiri tidak menerbitkan uang. Karena pemerintahan
Rasulullah SAW tidak perlu menerbitkan uang sendiri selama uang itu mempunyai
nilai yang dapat diterima di semua pasar yang terkait. Sehingga pemikir Islam
lainnya, Ibnu Khaldun menyatakan “Kekayaan suatu negara tidak ditentukan oleh
banyaknya uang di negara tersebut, tetapi ditentukan oleh tingkat produksi di
negara tersebut dan kemampuan untuk memperoleh neraca perdagangan yang
positif.”
Karena dalam syariah Islam uang adalah alat tukar nilai, maka uang diperlukan
untuk memperlancar perniagaan. Artinya peran uang sejalan dengan pemakaian uang
itu dalam perniagaan. Sehingga bila uang disimpan dan tidak dipakai dalam
perniagaan maka masyarakat akan merugi karena perniagaan akan mengalami
hambatan. Karena pada zaman Rasulullah SAW uang dibuat dari emas dan perak,
maka dalam surat At Taubah ayat 34 dinyatakan:
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya di
jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka (bahwa mereka akan mendapat
siksa yang pedih).”
1. Berlaku adil dengan menghindari keraguan yang dapat merugikan dan
menghindari resiko yang melebihi kemampuan
Kemudian dalam melakukan perniagaan, Islam mengharuskan untuk berbuat adil
tanpa memandang bulu, termasuk kepada pihak yang tidak disukai. Karena orang
yang adil akan lebih dekat dengan taqwa.
“Hai orang-orang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak
adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat dengan taqwa” (Q.S. Al
Ma’idah:8)
Bahkan Islam mengharuskan untuk berlaku adil dan berbuat kebajikan, dimana
berlaku adil harus didahulukan dari berbuat kebajikan.
“Sesungguhnya Allah menyuruh berlaku adil dan berbuat kebajikan” (Q.S. An
Nahl:90)
Dalam perniagaan, persyaratan adil yang paling mendasar adalah dalam menentukan
mutu dan ukuran (takaran maupun timbangan).
“..Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil..” (Q.S. Al An’am:152)
“Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan) supaya
kamu jangan melampaui batas neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan
adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu” (Q.A. Ar Rahman:7-9)
Berlaku adil akan dekat dengan taqwa, karena itu berlaku tidak adil akan
membuat seseorang tertipu pada kehidupan dunia. Karena itu dalam perniagaan,
Islam melarang untuk menipu bahkan ‘sekedar’ membawa suatu kondisi yang dapat
menimbulkan keraguan yang dapat menyesatkan atau gharar. Contoh yang diajarkan
Rasulullah SAW adalah sesuatu (ikan) dalam air, karena pandangan pada segala
sesuatu yang berada dalam air akan terbias dan dapat menimbulkan keraguan yang
menipu.
Wahai manusia, sesungguhnya janji Allah benar maka janganlah sekali-kali kamu
tertipu kehidupan dunia dan janganlah sekali-kali tertipu tentang Allah
(karena) seorang penipu (al gharuur). (Q.S. Al Faatir: 5)
“Janganlah kalian membeli ikan di dalam air (kolam/laut) karena hal itu adalah
gharar”. (HR Ahmad)
Sebaliknya atas harta milik sendiri dilarang untuk mengambil resiko yang
melebihi kemampuan yang wajar untuk mengatasi resiko tersebut. Walaupun resiko
tersebut mempunyai probabilita untuk membawa manfaat, namun bila probabilitas
untuk membawa kerugian lebih besar dari kemampuan menanggung kerugian tersebut
maka tindakan usaha tersebut adalah sama dengan mengeluarkan yang lebih dari
keperluan sehingga harus difikirkan dengan matang.
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan maysir, (maka) katakanlah pada
keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, dan dosa
keduanya lebih besar dari manfaat keduanya, Dan mereka bertanya kepadamu apa
yang mereka nafkahkan (keluarkan), maka katakanlah yang lebih dari keperluan,
demikianlah Allah menerangkan kepadamu ayat-ayat-Nya supaya kamu berfikir.(Q.S.
Al Baqarah:219)
1.Menjalankan usaha harus memenuhi semua ikatan yang telah disepakati
Sebagai abdi Allah SWT menjalankan tugas sebagai khalifah di muka bumi, atas
nama Allah SWT, dalam menjalankan usaha Islam mengharuskan dipenuhinya semua
ikatan yang telah disepakati. Perubahan ikatan akibat perubahan kondisi harus
dilaksanakan secara ridho sama ridho, disepakati oleh semua fihak terkait.
“Hai orang-orang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.” (Q.S. Al Ma’idah:1)
“Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang
tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang
benar..” (Q.S. Al A’raf : 33)
“Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu
membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah
menjadikan Allah sebagai saksimu..” (Q.S. An Nahl:91)
1.Manusia harus bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan
Manusia memang ditakdirkan untuk diciptakan dengan perbedaan, dimana sebagian
diantaranya diberi kelebihan dibandingkan sebagian yang lain, dengan tujuan
agar manusia dapat bekerjasama untuk mencapai hasil yang lebih baik.
“Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia,
dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa
derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan
rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Q.S. Az Zukhruf
:32)
Pakar ekonomi Islami, Ibnu Khaldun menyatakan bahwa “Setiap individu tidak
dapat dengan sendirinya memperoleh kebutuhan hidupnya. Semua manusia harus
bekerjasama untuk memperoleh kebutuhan hidup dalam peradabannya.” Lebih lanjut
Ibnu Khaldun juga menerangkan akan hasil kerjasama yang sekarang kita sebut
synergy, sebagai berikut: “Hasil kerjasama sejumlah manusia dapat menutupi
kebutuhan beberapa kali lipat dari jumlah mereka sendiri.”
PENUTUP
Rasulullah merupakan sosok teladan yang patut kita jadikan contoh, keberhasilan
beliau dalam mengembangkan perekonomian umat telah terbukti. Hanya dalam waktu
setahun setelah hijrah ke madinah, beliau berhasil membangun perekonomian yang
sangat kuat. Hanya dalam waktu setahun umat Islam berhasil menguasai ekonomi
yang selama ini dipegang oleh orang-orang Yahudi dan umat lainnya.
Rahasia kesuksesan tersebut adalah ternyata Rasulullah memprioritaskan pasar.
Yang pertama kali dilirik oleh Rasulullah adalah pasar. Beliau membangun jalan
dari masjid sampai ke pelosok-pelosok desa, sehingga masyarakat mempunyai akses
pemasaran.
Selain itu Nabi Muhammad telah mempraktekan usaha perdagangan sejak berusia
yang relatif muda, yaitu 12 tahun. Dan ketika berusia 17 tahun ia telah
memimpin sebuah ekspedisi perdagangan ke luar negeri. Profesi inilah yang
ditekuninya sampai beliau diangkat menjadi Rasul di usia yang ke 40. Afzalur
Rahman dalam buku Muhammad A Trader menyebutkan bahwa reputasinya dalam dunia
bisnis demikian bagus, sehingga beliau dikenal luas di Yaman, Syiria, Yordania,
Iraq, Basrah dan kota-kota perdagangan lainnya di jazirah Arab. Dalam konteks
profesinya sebagai pedagang inilah ia dijuluki gelaran mulia, Al-Amin Afzalur
Rahman juga mencatat dalam ekspedisi perdagangannya, bahwa Muhammad Saw telah
mengharungi 17 negara ketika itu, sebuah aktivitas perdagangan yang luar biasa.
Semangat inilah seharusnya yang dibangun dan dikembangkan oleh kaum muslimin
saat ini agar peradaban kaum muslimin bisa bangkit kembali di jagad ini melalui
kejayaan ekonomi dan perdagangan.
Dengan mengambil contoh kisah diatas, umat Islam perlu memperhatikan perekonomian.
Dahulu umat Islam pernah berjaya di bidang ekonomi, namun kini jauh tertinggal
dibandingkan umat-umat yang lain. Karena itu, umat Islam harus mengejar
ketinggalan tersebut dengan cara membangun ekonominya. Dan sektor perniagaanlah
yang agaknya sesuai untuk lebih diperhatikan dalam membangun perekonomian.
Negara-negara Islam memiliki 70% cadangan minyak dunia dan menguasai 30% sumber
gas asli dunia. Negara-negara Islam juga merupakan pemasok dan penyuplay 42%
permintaan petrolium (minyak) dunia. Data-data tersebut menunjukkan bahwa
negeri-negeri muslim memiliki potrensi ekonomi yang cukup besar dan strategis.
DAFTAR PUSTAKA
Agustianto. Sekjen Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI) dan Mahasiswa
Program Doktor Ekonomi Islam UIN Jakarta. (Artikel)
Mannan, Abdul. 1995. Teori Dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT Dana
Bhakti Wakaf.
Rahman, Afzalur. 1995. Doktrin Ekonomi Islam. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Wakaf.
INTRODUCTION
To understand the Islamic business ethics, must first understand the role and
duties of human beings in the world. In accordance with the word of Allah in
the letter of Adz Dzaariyat verse 56, which means:
"And I-Create the jinn and men but (merely) that they
worship (serve) to me ".
Therefore all human action in the world is merely worship, solely to serve
Allah SWT. And as a man of God Almighty the man in all his actions should
follow His commands and avoid His prohibitions. All of these actions are also
included action in the attempt.
Besides, as a servant of God, humans are also appointed by God to be a caliph
in the earth. As word of Allah in Surat al-Baqarah verse 30:
"Remember when your Lord said to the angels:" Behold, I will make a
vicegerent on earth. "
And in the letter Al A'raf verse 128:
"Indeed, the earth belongs to Allah, to His dipusakakan He wills of His
servants."
Islam is the most widely encouraged the people to master the trade. Therefore,
Islam provides a high tribute to the traders. In a hadith, the Prophet
Muhammad, placing and aligning with the vendors of the Prophets, Martyrs and
Sholihin (Narrated by Tarmizi). According to Ibn Khaldun, this field has a very
important position in building the Islamic civilization.
However, the problem of trade (business) is less a place in the movement of
Islamic civilization. Though this sector is very important for Muslims
actualized towards the triumph of Islam in the future. Themes this trade need
to be raised to the surface given the objective conditions of the Muslims in
different parts of the world so far behind in the field of trade.
In various hadith of Prophet Muhammad frequently emphasized the importance of
trade. Among history of Mu'adh ibn Jabal, the Prophet said: "Verily, the
best of both businesses are trading (HRBaihaqi and released by As-Ashbahani).
This hadith clearly mentions that the best profession in the Prophet Muhammad
is trading.
Unfortunately, the Muslims do not realize this hadith in the reality of life
and let other people controlled trade, the economic consequences of Muslims is
much less when compared with the economy the other nations. Things like this
never happened in the Umar bin Khattab, when the friends got ghanimah abundant
wealth through the expansion of Islam into Persian territory, Palestine and
neighboring countries, so the officials and commanders Tentera Islam began to
leave the trade. Umar reminded them, "I see a lot of foreigners from
controlling the trade, as you begin to leave (because it has been the official
in the area and got a treasure ghanimah), Do not you leave the trade, then your
men hanging by their men and women you hanging with their women. "
From the above statement of Umar, explained that if a trade dominated other
people (other nations), feared Muslims would depend on the nation. What was
feared Umar, now have taken place in Muslim countries, including Indonesia,
where Muslims are very dependent on other nations, even the pervasive
dependency to economic policy and political Muslim country, penetrated into
aspects of culture, science, even interfere aqidah and morals of the Muslims.
How important Muslims in control of the trade, so the Prophet Muhammad obliges
Muslims to dominate trade. In a hadith, the Prophet said, "Be ye trade,
because in it there is a 90% provision door (HRAhmad).
DISCUSSION
A. Trade in Al-Quran
Trading generally means buying and selling of goods and / or services provided
on a continuous basis with the purpose of transfer of title to the goods and /
or services with accompanying rewards or compensation (Decree No. Menperindag.
23/MPP/Kep/1/1998).
In the Koran, the trade described in three forms, namely tijarah (trade), bay
'(sell) and Syira' (buy). Besides these terms there are many more other terms
related to trade, such as Dayn, amwal, Rizq, shirkah, dharb, and a number of
global trade orders (Surat al-Ahad: 9).
Tijarah word is mashdar from the verb that means selling and buying. Tijarah
word is called 8 times in the Qur'an are scattered in seven letters, the surah
Al-Baqarah: 16 and 282, An-Nisaa ': 29, At-Tawbah: 24, An-Nur: 37, Fathir: 29,
Shaf: 10 and Al-Ahad: 11. In Surah Al-Baqarah called twice, while the other
letters are called only one time each.
While the word Ba'a (sell) is called 4 times in the Qur'an, namely Surat
Al-Baqarah: 254 and 275, Surat Ibrahim: 31 and Surat Al-Ahad: 9.
Furthermore, other terms of trade are also contained in the Qur'an is the
As-Syira. The word is found in 25 verses. The two of them connotes trade clause
in the context of actual business (letter Yusuf verses 21 and 22), which
describes the story of the Prophet Joseph was sold by the person who found it.
In the letter al-Gomaa verse 10 God said, "If the prayer is fulfilled then
bertebaranlah on earth and seek the grace of God and many-many remember Allah
so that you will be a lucky person ..
If this verse we look carefully, there are two important things we should look
at, namely fantasyiruu fi al-ard (bertebaranlah on earth) and wabtaghu min fadl
Allah (Allah seek sustenance).
Fantasyiruu meaning is God's command that Muslims immediately scattered in the
earth to conduct business activities after the prayer finished individual duty
fulfilled. Allah SWT does not limit man in business, just in the village,
sub-district, district, province, or Indonesia alone. God commands us to go
global or fi al-ard. This means we have to penetrate all parts of the world.
When orders were scattered to the global market together with orders to trade,
it becomes imperative for us to bring in goods, services and other export
commodities and compete with other global players. According to the rules of
marketing is very simple no way we can compete before have competitiveness in
the 4 P's: Products, Price, Promotion and Placement or delivery.
In Surat Al-Quraishi God depicts an example of the Quraysh who have been able
to become a global player with all the limitations of natural resources in
their country. God said, "Because the habits of the people of Quraysh. (It
is) a habit to travel trade in the winter and summer. "
The classic good commentators, such as al-Tabari, Ibn Kathir, Zamakhsyari, as
well as contemporary, al-Maraghi, az-Zuhaily, and Sayyid Qutb, agreed that
winter made trade voyages to the north as Syria, Turkey, Bulgaria, Greece, and most
of Eastern Europe, while summer trips made to the south around Yemen, Oman, or
cooperate with Chinese and Indian traders who stopped at the international port
of Aden.
B. Characteristics of Shariah Trade
The basic principle of Islam established on trade or commerce is a measure of
honesty, trust and sincerity. In the trade balance and the value of the right
size and the standard really should be considered. As explained in the letter
Al Muthoffifin verses 2-7:
"Woe to those who cheat, that is, those who, when receiving doses of other
people, they ask met. And when they measure or weigh for others, they
mengurangi.tidaklah people think, that they will be resurrected on the big day,
the day when man stands before the Lord of the Universe? Nay, cheating, because
actually book the sinners, stored in Sijjin. "
Moreover, Islam does not only emphasize that gives full weight and size, but
also the cause of good faith in business transactions. The results of some of
the observations made it clear that poor relationships that arise in business
is because both parties were not able to determine the clarity of the writing
requirements of their business. To foster good relationships in business, all
agreements must be declared in writing by menyantumkan terms, because
"such is more just on the side of Allah, and further strengthen the
testimony, and more able to prevent the onset of doubt." (Al Baqoroh: 282
-283)
In addition, there are several issues related to sharia trade, namely:
1.Penjual strive to provide the best service to consumers, so that consumers
will feel that Islamic sharia-compliant shopping, where consumers do not buy as
you wish but according to need.
2.Penjual doing business honestly the quality of the goods sold in accordance
with the price, and the buyer is not stimulated to buy as much as possible.
3.Hal best not price regulated suitable market mechanisms, but the halal status
of goods sold is more mainstream. With the concept of Islamic trade, consumer
most ordinary people will feel protected from inadvertently purchasing goods
containing elements contained therein unlawful. Goods are sold under trade
Sharia is obtained by not breaking the law instead of them smuggled goods,
licensed SNI and some have a halal label.
4.Sesungguhnya goods and commodities sold shall apply on the open market, so
buyers have to know the state of the market before making a purchase on a large
scale. Sellers are not allowed to take advantage of unknowing buyers will be
state of the market and the prevailing rates.
C. Prohibited Trade
1.Talqi - Jalab
Talqi-jalab is a common activity performed by the people of Medina, namely when
the farmers bring the results to the city, and then sell it to the people in
town then the town to sell their harvest, with the prices they charge
themselves. Rosululloh not like the way trade like this, because he considers
the act to cheat someone.
1.Perdagangan through Al-Present-Libad
There are some people working as sales agents and harvest all the crops are
sold through them. They benefit both the buyers and sellers and often pull out
the actual benefits to be received by the farmers and the buyers were not given
a true and fair prices. Rosululloh prohibit forms of trafficking by taking
advantage of the seller and the buyer.
1.Perdagangan by Munabazah
In munabazah trade, someone hawking clothes he had for sale to others and the
sale becomes valid, even if the person does not hold or see the goods. Means
that the direct seller of goods to the buyer, and tossing the sale was legal.
The buyer had no chance to check out the clothes or the price. There is a
possibility of fraud or fraudulent or erroneous penggmbaran in a trade like
this, so that the trade ban Rosululloh munabazah way.
1.Perdagangan by Mulamasah
In the mulamasah perdangangan, someone sells a dress with be holding but
without the need to open or inspect. It is also forbidden because of ugliness
as Rosululloh munabazah.
1.Perdagangan by habal-Al-Habala
Forms of trafficking is very common in Arab countries at that time. In this
trade, a person selling a camel with a promise to pay when the camel gave birth
to a male or female calves. How to trade like this also prohibited because it
contains elements Rosululloh guess or speculation.
1.Perdagangan by Al-Hasat
In this form of trading like this, the seller shall deliver to the buyer that
if buyers were throwing rocks fragments to the seller, then the sale will be
considered valid. This way is also prohibited by the Rosululloh because as bad
as the trade munabazah and mulamasah.
1.Perdagangan by muzabanah
In this form of trading, when the fruit is still on the trees was estimated and
sold as a means of exchange to obtain dates and dried grapes, the simple
selling fresh fruits to obtain dried fruits. Rosululloh prohibit this way because
it is based on estimates and may be detrimental to one party if the forecast
was wrong
1.Perdagangan by Muhaqolah
In this muhaqolah system, which has not reaped the harvest sold to raise dry
crops. Rosululloh prohibit trading ways such as is narrated by Abdullah Ibn
Umar, Abu Said al Khudri and Ibn Said Mussayyib. This form is the same as with
all forms of muzabanah kemudharatannya.
1.Perdagangan without right pemilikian
Trade of goods that are not particularly durable, without the acquisition of
property is also prohibited by Rosululloh because it contains an element of
doubt and deception. Narrated by Ibn Umar that Rosululloh said: "Anyone
who buys wheat no right to sell it before obtaining his rights."
1.Perdagangan by Sarf
Trade with sarf meaningful way using transactions in which the gold and silver
used as a medium of exchange to acquire gold and silver. Rosululloh said that
the exchange of gold for gold is usury except hand to hand, palm to palm is
usury except hand to hand, and salt with salt is usury except hand to hand.
1.Perdagangan by Al-Ghoror
Trading is done by means of fraud against the lan.
1.1.Misrot
Misrot are animals that have milk, but milk is not squeezed. Most people when
looking to sell this one first animals milked for a few days to deceive buyers.
This is one way in which the animal buyers feel cheated and asked to pay a
higher price
1.1.Najsh
Simply put, it means something to happen najsh price increases because someone
had heard that the price of goods has risen, then buy it but do not because
they want to buy it but because they want to sell it back by setting a higher
price, or interest in the goods sold in order to deceive people other.
1.1.Penjualan the oath
Seller sells goods (the high prices) by taking an oath on the high quality of
the goods.
1.1.Pemalsuan
Rosululloh prohibit counterfeit goods to be sold as represented narrated by
Imam Bukhari.
1.Perdagangan by hiding
This way the hide grain and other items to raise prices on purpose.
1.Monopoli
Monopoly will appear when the central control of supply (supply) goods or
services held by one person or a group of orang.dia that controls the supply of
goods or services and set prices favorable to him, but the benefits are not
beneficial to the community.
D. Current state of Trade
The closest example is illustrated with the ability to trade the Qur'an as may
be found in Singapore or Hong Kong, resource poor country but is able to move
and control the flow of exports in Southeast Asia and the Pacific region. How
about Indonesia, a vast one province (Riau) 50 times Singapore, with export
potential and natural resources thousands of times. Perhaps we should reflect
on the Qur'an which we leave for economic and business affairs.
Although the Qur'an is quite a lot to talk about trade even strictly ordered,
and even Muslim countries have large natural resources, but the Muslim economy
has lagged far behind non-Muslim countries. Many factors make the Muslims lag
behind other nations, among others, lack of trade cooperation among the Muslim
countries. According to the OIC, as contained in the book "Towards a new
governance of Islamic Economics, trade activities among the Muslim countries
only 12% of the total trade of Islamic countries".
The phenomenon of weak trade cooperation was seen in the following data:
1.Lebanon and Turkey export butter to Belgium, United Kingdom and the countries
of Western Europe the other. Semenentara Iran, MAlayisa, Pakistan and the
Syrians to import butter from Western Europe.
2.Aljazair original gas exports to France, while the French export it to the
Maghreb
3.Mesir are exporter of fabric tela's 10th largest in the world, but Algeria,
Indonesia, Iran and get the cloth (imported) from Western Europe.
4.Aljazair, Egypt and Malaysia importing tobacco from Columbia, Greece, India,
Philipine and the United States. While Turkey and Indonesia are major tobacco
export to America and Europe.
Other facts also show that the required product Indonesia Muslim countries in
the Middle East, must go through Singapore. Kounsekuensinya which Singapore is
a big advantage, because he is buying low and selling to the Middle East with
an expensive price. And our country is often quite satisfied with the ability
to export even a profit (margin) a bit. It shows us the folly of international
perdagangann. It is certainly not in accordance with the Prophet Muhammad who
exemplify the attitude fathanah (smart) and communication (tabligh) in trade.
With a variety of flaws and the fact that none of the above, it is necessary
implementation steps or strategies well and fit / not far from Al-Qur'an. In
implementing these strategies, it must be based on the concept of trying to
appropriate Islamic law. Basic concepts in business include:
1.Berusaha just to take the lawful and good (Thoyib)
Allah has commanded all men not just for believers and Muslims have to just
take everything lawful and good (Thoyib). And not to follow the steps that are
not devils by taking lawful and good.
"Hi all people, Eat (take) the lawful and good of what is on earth, and
follow not the steps devil, because the devil is real enemy to you" (Surat
al-Baqara: 168)
Therefore, in trying to Islam requires people to just take a lawful outcome.
Which includes kosher in terms of material, from the halal way acquisition, and
also must be halal in the way of utilization or use. Many people are debating
the provisions of halal. And for Muslims referent is clear, that in accordance
with the words of prophet Muhammad:
Indeed, the case was clearly halal and haram case that too clear, and between
them there are doubtful matters (doubts) are not known by many people.
Therefore, whoever keep away from doubtful matters, he has been freed (of
criticism) for his religion and his honor. . .. . . Remember! Truly in the body
there is a lump, if it is good, then the better the whole body, and if it is
damaged, it is damaged as your entire body, not the other it is the heart
"(Hadith)
So really the halal and the haram is clear. And if you still doubt the actual
size is closely related to the human heart itself, when it is clear his heart
halal everything will become clear. And inasmuch as not halal include doubtful
should not be the object of the business and therefore may not be part of the
results of operations.
1.Memperoleh results of operations only through trade that apply equally
blessing blessing for mutual benefit
"O you who believe, do not consume each neighbor's property by way of a
false, except by way of trade that apply equally blessing blessing in
you". (Q.S. An Nisaa: 29)
Then Allah commanded the believers so that if you want to take advantage of
each other can only be by way of trade (both commercial goods or services) that
apply equally blessing blessing. For descriptions may be assessed the following
hadith:
Prophet Muhammad. never hire you `Adiy Bani Al Anshariy to collect the results
of Khaibar. So he came in with a Janib dates (dates are the best quality).
Prophet Muhammad asked him: Are all the dates of Khaibar this way? The man
said: No, by Allah, O Prophet of Allah's Messenger. I bought one with two sha
sha `date` Khaibar (as paid). Prophet Muhammad said: Do not do that, but the
change by the same amount, or sell it (dates of Khaibar) then buy good dates
with the sale (date Khaibar) earlier.
The essence of the lessons given by the Prophet Muhammad is that prices in each
trade must follow appraisal (valuation or mechanism) market. Because the
assessment (by the community) through the market mechanism will provide a fair
assessment. Of course, as long as the market goes to the fair. So the principle
'same blessing blessing' required can be achieved. And to facilitate trade
through the market mechanisms needed infrastructure called a medium of exchange
value as money.
1. The main functions of money are as a medium of exchange at the transaction
value
In Islamic law, the money merely serves as a medium of exchange value.
Therefore, one of the thinkers of Islam, Imam Ghazali, stating that "Money
is like a mirror, he does not have any color but can reflect all colors."
That money alone should not be the object of (commercial) but merely to reflect
the value of the object. And like a good mirror, money should be able to
reflect the value of the object (commerce) are clear and complete. Therefore at
the time of the Prophet SAW money made from precious metals (gold or silver)
and has a specification (quality and weight) were given.
Government Prophet Muhammad himself did not issue money. Because the government
does not need to publish Prophet own money to have value for the money that can
be received in all relevant markets. So the Islamic thinker, Ibn Khaldun stated
"The wealth of a country is not determined by the amount of money in the
country, but is determined by the level of production in the country and the
ability to obtain a positive trade balance."
Since the Islamic Sharia is the medium of exchange value of money, then the
money is needed to facilitate commerce. That is the role of money in line with
the use of money in the trade. So if the money saved and not used in commerce,
the community will be lost because of trade obstacles. Because at the time of
the Prophet SAW money made from gold and silver, then the letter At Taubah
verse 34 it is stated:
"And the people who keep the gold and silver and do not menafkahkannya in
the way of Allah, then notify them (that they will have a painful
punishment)."
1. Be fair with the avoidance of doubt that can harm and avoid the risks that
exceed the capabilities
Later in the conduct of commerce, Islam requires you to do justice without
favoritism, including the unpopular party. Since the fair will be closer to
piety.
"O believers, be ye so people are always uphold the (truth) for Allah,
bearing witness with justice. And do not ever hatred against a people, encourage
you to do injustice. Fair be fair because it is closer to piety "(Surah Al
Mâ'idah: 8)
Even Islam requires you to be fair and do good, which to be fair should take
precedence over doing good.
"Verily, Allah ordered to be fair and do good" (Surat an-Nahl: 90)
In commerce, the most fundamental requirements of justice is in determining the
quality and size (measure or scales).
".. Then complete the measure and weight with justice .." (Surat
al-An'am: 152)
"And God hath raised the heavens, and He put the balance (justice) that ye
do not transgress the balance sheet. And tegakkanlah scales fairly and do not
reduce the balance sheet "(QA Ar Rahman :7-9)
Fair will close with taqwa, because it applies not fair to make someone cheated
on the life of the world. Therefore in commerce, Islam forbids to deceive even
'just' carry a condition that can lead to doubts that may mislead or gharar.
Examples of the Prophet Muhammad taught is something (fish) in the water,
because the view on everything that is in the water will be biased and may
raise doubts about the cheat.
O people, verily the promise of Allah is true then you should not ever be
fooled worldly life and do not ever be deceived about Allah (as) a deceiver (al
gharuur). (Q.S. Al Faatir: 5)
"Do not buy fish in the water (pool / sea) because it is gharar".
(Reported by Ahmad)
In contrast to the Property itself forbidden to take risks beyond the
reasonable ability to address these risks. Although the probability of this
risk has to bring benefits, but if the probability of harm is greater than the
ability to bear the loss of business action is equal to removing more of the
purposes and should be contemplated carefully.
They ask thee concerning wine and maysir, (then) say to them is great sin, and
some profit, for men, and the sin is greater than the benefits of both, and
they ask you what they spend (spend), say that more than a necessity , so God
explain to you His verses that you may think. (Surat al-Baqara: 219)
1.Menjalankan business must meet all of the bonds that have been agreed
As a man of God Almighty stints as a caliph in the earth, in the name of Allah,
Islam requires that doing business ties obtaining all agreed. Changes due to
changes in the condition of the bond shall be conducted in the same blessing of
blessings, it was agreed by all parties concerned.
"O you who believe, fulfill aqad-aqad it." (Surah Al Mâ'idah: 1)
"My Lord forbids only a heinous act, both visible and hidden, and sin,
violate human rights without right .." (Surat al-A'raf: 33)
"And stick to a covenant with God if you promise and do not cancel oaths
(mu) after confirming that, while you have made Allah as your witnesses
.." (Surat an-Nahl: 91)
1.Manusia must work together to meet the needs of
Humans were meant to be created with the differences, some of which were given
an advantage over others, in order for people to work together to achieve
better results.
"We have to determine between them their livelihood in the life of this
world, and We raised some of them above others to some degree, so that some of
them could use some of the others. And the mercy of your Lord is better than
what they amass. "(Surah Az Zukhruf: 32)
Islamic economists, Ibn Khaldun stated that "Every individual is not able
by itself to obtain the necessities of life. Everyone must work together to
obtain the necessities of life in civilization. "Further Ibn Khaldun would
also explain the cooperation we now call synergy, as follows:" The
cooperation of a number of people to cover the needs of many times the amount
of their own. "
CLOSING
Messenger is an exemplary figure that we should make an example, his success in
developing the economy of the people has been proven. In just one year after
the migration to madina, he managed to build a very strong economy. In just a
year's time Muslims managed to dominate the economy that had been held by Jews
and other peoples.
The secret of success is apparently Prophet prioritize markets. Which was first
noticed by the Prophet is the market. He built the road from the mosque to the
remote corners of the country, so that people have access to markets.
Moreover the Prophet Muhammad have practiced trading since a relatively young
age, which is 12 years old. And when he was 17 years he has led a trading
expedition abroad. This is practiced the profession until he was appointed to
the Apostles at age 40. Afzalur Rahman Mohammed A Trader in the book mentions
that his reputation in the business world so good, so he was well known in
Yemen, Syrians, Jordan, Iraq, Basra and other trading cities of the Arabian
peninsula. In the context of his profession as a merchant he is called mat
noble, Afzalur Rahman Al-Amin also notes the trading expedition, that Muhammad
had mengharungi 17 countries at the time, an extraordinary trading activity.
This spirit should be built and developed by the Muslims at this time that the
Muslim civilization in the universe can bounce back with the triumph of economy
and trade.
By taking the example above story, Muslims need to pay attention to the
economy. Previously, Muslims had triumphed in the economy, but is now far
behind compared to other peoples. Therefore, Muslims should catch up with a way
to build its economy. And perniagaanlah sector that seems more appropriate to
consider in building the economy.
Islamic countries have 70% of world oil reserves and a 30% original gas source
world. Islamic countries are also a supplier and penyuplay 42% petroleum demand
(oil) world. These data suggest that Muslim countries have potrensi considerable
economic and strategic.
REFERENCES
Agustianto. Secretary General of the Association of Indonesian Islamic
Economics (IAEI) and Students Islamic Economics Doctoral Program UIN Jakarta.
(Article)
Mannan, Abdul. 1995. Theory and Practice of Islamic Economics. Yogyakarta: PT
Bhakti Endowment Fund.
Rahman, Afzalur. 1995. Islamic Economic Doctrine. Yogyakarta: PT. Bhakti
Endowment Fund.