Kamis, 06 Juni 2013

FIQIH (MUNAKAHAT)



PEMBAHASAN 

1.    PENGERTIAN  PERNIKAHAN

Pernikahan merupakan sunnahtullah yang umum dan berlaku kepada semua makhluk-Nya, baik kepada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan baik makhluk-Nya untuk berkembang biak dan melestarikan hidupnya.[1]
          Nikah, menurut bahasa : al-jam’u dan al-dhamu yang artinya “kumpul”. Makna nikah (zawaj) bisa diartikan dengan aqdu al-tazwij yang artinya akad nikah. Juga bisa diartikan (wath’u al-zaujah) bermakna menyetubuhi istri.

Definisi yang hampir sama diatas juga dikemukakan oleh Rahmat Hakim, bahwa kata nikah berasal dari bahasa arab “nikahun” yang merupakan masdar atau asaal kata dari kata kerja ( fi’il madhi)  “nakaha”, sinonimnya “tazawwaja” kemudian diterjemahkan kedalam bahasa indonesia sebagai perkawinan. Kata nikah seringa juga dipergunakan sebab telah masuk dalam bahasa indonesia.
Dalam bahasa indonesia perkawinan berasal dari kata kawin yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin dan bersetubuh.

Secara umum makna nikah adalah akad atau ikatan, karena dalam suatu proses pernikahan terdapat ijib ( pernyataan penyerahan dari pihak perempuan) dan qabul ( pernyataan penerimaan dari pihak laki-laki).
Selain  itu, pernikahan juga merupakan proses alamiah yang senantiasa dilalui oleh umat manusia, karena pada saat mereka telah mencapai kematangan biologis dan pisikologis , serta telah dewasa yang ditandai dengan kemandirian dalam bidang ekonomi, akan muncul dorongan  untuk menjalin ikatan dengan lawan jenisnya, sebagai implikasi dari gejolak rasa senang dan cinta yang kalau tidak terkontrol akan menimbulkan akses-akses negatif , seperti pergaulan bebas dan perzinaan yang akan merusak kehidupan keluarga dan masyarakat.

Adapun menurut syara’ : nikah adalah akad serah terima antara laki-laki & perempuan dengan tujuan untuk saling menuaskan satu sama lainnya dan untuk membentuk sebuah bahtera rumah tangga yang sakinah, serta masyakat yang sejahtera. Para ahli fiqih berkata, zawwaj atau nikah adalah akad yang secara keseluruhan yang dialamnya mengandung kata ; inkah atau tazwij. Hal ini sesuai denagn ungkapan yang ditulis oleh zakiah darajat dan kawan-kawan yang memberikan definisi sebagai berikut :
 
Artinya: “akad yang mengandung ketentuan hukum kebolehan hubungan kelamin dengan lafaz nikah atau tazwij atau yang semakna keduanya.[2]

Dalam undang-undang No.1 tahun 1974 bab 1 pasal 1 disebutkan bahwa: perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa. Dengan demikian, pernikahan adalah suatu akad yang secara keseluruhan aspeknya dikandung dalam kata nikah atau tazwij.

2.    PENGAWASAN  TERHADAP  PRILAKU  SEKSUAL

Masalah seks bisa lebih mampu m endorong penyimpangan perilaku manusia ketimbang lainnya . Berdasarkan penelitian klinis moderen ada petunjuk yang jelas bahwa penyimpangan seksual itu akan menimbulkan personalitas yang kacau, jauh dari mendapatkan kepuasan hubungan serta membahayakan kesehatan mentl dan efesiensi dari masyarakat. Bukti-bukti dari penelitian kliniks itu secaraa nyata bisa di lihat dari secara. Sebagai contoh , pandangan yang tidak menyukai seks pada awal masa agama nasrani timbul dari anggapan bahwa nafsu itu sebagai prilaku yang jahat.[3]

          Kaum muslimin pada abad-abad awal juga percaya penyimpangan seksual mendorong pada timbulnya gangguan pada mental maupun fisik manusia. Karena itu beberpa kelmpok manusia memutuskan  untuk menjauhi seksual dan memili bertapa. Tetapi mereka tetap tidak bisa menghindari diri dari deoresai dan kelelahan akibat prilakunya itu. Lalu sadar akan adanya sikap yang tidak normal pada baik fisik maupun mental mereka.
 Tumbuhlah secara luas pengertian bahwa upaya membunuh gairah seksual hakikatnya bertentangan dangan usaha melestarikan kehidupan manusia , merugikan kesehatan serta merusak integritas moral.[4] Untuk kepentingan perorangan maupun mayarakat,karenanya hubungan seksual harus diatur dan dikukuhkan secara hukum.

Maka kehadiran agama berfungsi sebagai cahaya yang menyinari masalah seksual itu. Karena agama menghargai manusia , masyarakat dan alam semesta , maka secara aksioma sangat aneh jika ada sistem agama yang tidak menghargai masalah seks.
 Perkawinan itu asalnya adalah mubah,namun dapat berubah menurut ahkama-khamsa (hukum yang lima) menurut keadan perubahan.

1.    Nikah wajib :  Nikah diwjibkan bagi orang yang telah mampu yang akan menambah takwa. Nikah juga wajib bagi orang yang telah mampu, yang akan menjaga jiwa dan menyelamatka dari perbuatan haram. Kewajiban ini tidak akan dapat terlaksana kecuali dengan nikah.
2.    Nikah haram :  Nikah diharamkan bagi orang yang tahu bahwa dirinya tidak mampu melaksanakan hidup berumah tangga   melaksakan kewajiban lahir seperti memberi nafkah, pakaian, tempat tinggal, dan kewajiban batin seperti mencampuri istri.
3.    Nikah sunnah :  Nikah disunnahkan bagi orang yang sudah mampu tetapi ia masih sanggup mengendalikan dirinya dari perbuatan haram, dalam hal seperti ini maka nikah lebih baik dari pada membujang karna membujang tidak diajarkan oleh islam.
4.    Nikah makruh :  nikah dimakruh kanapa bila sudah mempunyai ekonomi yang memadai untuk berkeluarga.
5.    Nikah mubah :  yaitu bagi orang yamg tidak berhalangan untuk nikah dan dorongan untuk nikah belum membahayakan dirinya, ia belum wajib menikah dan tidak haram bila tidak nikah.[5]


       Dari uraian diatas bahwa dasar perkawinan menurut islam , pada dasarnya bisa menjadi wajib,dan lainyan tergantung dengan maslahat atau mafsadatnya.
Jika seorang haruslah secara jujur mampu menunjukkan tanggung jawabnya, sebelum menikah . Meskipun begitu kemiskinan harta bagi islam bukan merupakan penghalang untuk menikah. Sebab Allah telah berjanji akan melengkapi semua makhluk dengan karunianya.
 
    3.BERPASANGAN  ADALAH  FITRAH

Mendambakan pasangan merupakan fitrah sebelum dewasa dan dorongan yang sulit dibendung setelah dewasa. Oleh karena itu, agama mensyariatkan pertemuan antara pria dan wanita, dan kemudian mengarahkan pertemuan itu sehingga terlaksanya pernikahan dan beralihlah kerisauan pria dan wanita menjadi ketentraman atau sakinah dalam istilah alquran surah ar-ruum ayat 21:

Artinya : “ Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.

          Sakinah diambil dari kata sakana yang berarti diam/tenangnya sesuatu setelah bergejolak. Guna perwujudan sakinah itu al-quran antara lain menekankan perlunya persiapan fsik, mental, dan ekonomi bagi orang yang ingin menikah.sekalipun para wali diminta untuk tidak menjadikan kelemahan bidang ekonomi sebagai alasan menolak seseorang peminang.[6]  Bagi mereka yang belum memiliki kemampuan ekonomi dianjurkan untuk menahan diri dan memelihara kesuciannya, “hendaklah mereka yang belum mampu (kawin) menahan diri, sehingga Allah menganugerahkan mereka kemampuan”.[7]

          Penulis buku petunjuk jalan bagi mukminah, ibrahim muhammad jamal menyebutkn bahwa kalau secara umum laki-laki itu lebih siap untuk menerima perkawinan secara sukarela ditimban wanita. Hal itu disebabkan karena wanita banyak menggantungkan harapan-harapan terhadap perkawinan, sementara laki-laki sebagian besar perhatiannya diarahkan untuk pekerjaannya diluar rumah. Memang, bagi masing-masing laki-laki dan wanita, pernikahan adalah problem psikologis dan sosial yang cukup serius. Soalnya dari  masing-masing kedua pihak secara optimal harus mengupayakan tercapainya  “kecocokan” dengan pasangannya. 

Dan biasanya kecocokan tersebut tidak biasa secara spontan begitu saja. Melainkan lewat proses yang memakan waktu relatif cukup lama. Dan berkat adanya pengaruh faktor-faktor psikologis yang cukup banyak.
 Karena pernikahan adalah merupakan suatu ikatan lahir batin antara seorang pria  dengan wanita untuk hidup bersama sebagai suatu keluarga dalam suatu rumah tangga dan kerukunan atas kasih sayang dan cinta mencintai, maka pembianaan pelestarian keluarga harus dimulai dari pembinaan perkawinan dua jenis kelamin, sebab pernikahan adalah dasar mulanya terbentuknya keluarga.
         
4.TUJUAN PERNIKAHAN

Perkawinan adalah merupakn tujuan syariat yang di bawa Rasulullah SAW, dan tujuan pernikahan ada beberapa pendapat.
Zakiyah Darajat dkk. mengemukakan 5 tujuan dalam perkawinan ,
yaitu :
1.      mendapatkan dan melangsungkan anak /ketururunan;
2.      memenuhi hajat manusia menyalurkan syhwatnya dan menumpahkan    kasih  sayangnya;
3.      memenuhi panggilan agama , memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan;
4.      menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak kewajiban, juga bersunnguh-sungguh memperoleh harta kekayaan yang halal; dan
5.      membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tentram atas dasar cinta dan kasih sayang.

   
Adapun pendapat lain tentang tujuan dari perkawinan  yaitu pendapat dari :
Sulaiman Al-Mufarraj, dalam bukunya bekal pernikahan,menjelaskan bahwa ada 15 tujuan perkawinan, yaitu :

1.    Sebagai ibadah dan mendekatkan diri pada Allah SWT. Nikah juga dalam rangka taat pada Allah SWT dan Rasul-Nya.
2.    Untuk iffah (menjauhkan diri dari hal-hal yang dilarang)  ihsan (membentengi diri ) dan mubadhoah (bisa melakukan hubungan intim )
3.    Memperbanyak umat nabi Muhammad SAW.
4.    Menyempurnakan agama.
5.    Menikah termasuk sunnah nya para utusan Allah.
6.    Melahirkan anak yang dapat memintakan pertolongan Allah untuk ayah dan ibu mereka saat masuk surga.
7.    Menjaga masyarakat dari keburukan,runtuhnya moral, perzinaan dan lain sebagainya .
8.    Legalitas untuk melakukanhubungan intim, menciptakan tanggung jawab bagi suami dalam memimpain rimah tangga.memberikan nafkah dan  membantuh istri di rumah.
9.    Mempertemukan tali keluarga.
10.Saling mengenal dan menyayangi.
11.Menjadikan ketenangan kecintaan dalam jiwa sumi dan istri.
12.Sebagai pilar untuk membangun  rumah tangga islam yang sesuai dengan  ajaran-Nya terkadang bagi orang yang tidak menghiraukan kalimat Allah Swt, Maka tujuan nikahnya akan menyimpang.
13. Suatu tanda kebesaran Allh Swt. Kita melihat orang yangg sudah menikah, awalnya mereka tidak  salingmengenal satu sama lain,tetapi, dengan melangsungkan tali pernikahan  hubungan keduanya bisa saling mengenal dan saling menasihi.
14.Memperbanyak keturunan umat islam dan menyemarakkan bumi dengan proses pernikahan.
15.Untuk mengikuti panggilan iffah dan menjaga pandangan kepada hal-hal yang di haramkan.[8]

 

KESIMPULAN

Dengan demikian , pengetahuan tentang munakahat dapat kita ambil kesimpulan yaitu  bahwa :
 Nikah itu merupakan akad yng menghalalkan pergaulan/persetubuhan antara lelaki dan perempuan.  Nikah dilakukan dengan kalimat-kalimat yang ditentukan, dan dengan pernikahan tersebut maka di batasi hak dan kewajibannya, sesuai dengan ajaran islam.
Sedangkan secara harfiyah kata nikah dalam kamus al-munjid disebutkan nikah (berasal dari kata nakaha padanannya jawwaja artinya mengawini ).
Misalnya  nakaha al-marata berarti tajawwaja (ia menikah /mengawini wanita itu).
          Islam begitu menekan kan lembaga pernikahan . tentu saja ada tujuan yang jelas .dan tujuan pernikahan itu dapat  diambil kesimpulan dari beberapa pendapat tentang tujuanny yaitu : untuk menata keluaraga sebagai subjec dan untuk untuk membiasakan pengalaman-pengalaman ajaran agama.
Sebab keluarga salah satu di antara lembaga pendidikan informal, ibu-bapak yang di kenal mula pertama oleh putra-putri dengan segala perlakuan di terima dan dirasakannya, dapat menjadi pertumbuhan pribadi sang putra-putri itu sendiri.

 


DAFTAR PUSTAKA


Drs.Hafsah,MA.Fiqih munakahat (bandung : Citapustaka Media perintis,  
1995 ) .
Samet Abidin dan Aminuddin, fiqih munakahat 1 ( bandung : Pustaka Setia,1999 ) .
Tihami dan Sohari sahrani, fiqih munakahat (jakarta : rajawali pers, 1999)








[1] Slamet abidin dan aminuddin, fiqih munakahat I (bandung : pustaka setia, 1999),hal 9. Supiana dan M.karman, materi pendidikan agama islam (Bandung : remaja rosdakariah, 2004) Cet ke-3, hal 125.
[2] Zakiah darajat dkk, ilmu fiqih (Jakarta: Depag RI, 1985) jilid 2 hal 48.
[3] Lihat Hammudah ‘abd al-atl,the family structure in islam, terj ansari thayib, keluarga muslimah,(Surabaya:Bina ilmu, 1984)
[4] Ibid.,h. 70
[5] HAS. Al-hamdani.Op.Cit.hlm 8
[6] Perhatikan firman ALLAH yg artinya: kalau mereka (calon-calon menantu) miskin, maka ALLAH akan menjadikan mereka kaya(berkecukupan) dapat anugerahnya (QS. An-nur (24):33)
[7] Lihat al-quran surat an-nur (24):33)
[8] Sulaiman al-mufarraj, OP. Cit hlm 51

Tidak ada komentar:

Posting Komentar