HADIS MAUDHU’
A. PENGERTIAN HADIS MAUDHU’
Maudhu’
menurut lughat, ialah:
a. yang diletakkan, dibiarkan.
b. Menggugurkan
“menggugurkan jinayat” daripadanya.
c. Meninggalkan, seperti: ibilun
maudhu’atun. Maksudnya: yang ditinggalkan atau dibiarkan tinggal ditempat
penggembalaan.
d. Berita bohong yang dibuat-buat.
Maudhu’ menurut istilah ialah:
“sebuah hadis berita bohong yang dibuat-buat dengan menyandarkan
perkataan itu kepada Rasul, padahal Rasul suci dari menyabdakan perkataan
tersebut”.
Menurut para ulama hadis, maudhu’ ialah :
“hadis yang dibuat-buat, yakni:
hadis yang dicecatnya disebabkan kedustaan perawi”
Mereka sandarkan perkataan itu kepada Rasul, padahal Rasul suci dari
menyabdakan perkataan tersebut.
Setengah ulama menta’rifkanny dengan:
“yang telah shah dipalsukan, yakni adanya kebohongannya, disisi ahli
hadis”.
Hadis maudhu’ adalah: seburuk-buruk hadis dha’if
Hadis maudhu’ dinamakan juga hadis
musqath, hadis matruk, mukhtalaq, dan muftara.
B. HUKUM MERIWAYATKAN HADIS MAUDHU’
Orang yang
telah mengetahui bahwa sesuatu hadis itu maudhu (palsu), tiada dibolehkan
sekali-kali ia meriwayatkannya dengan menyandarkan kepada Rasulullah saw
kecuali jika ia terangkan kepalsuan hadis tersebut.
Nabi Saw
bersabda:
“barangsiapa
berbuat dusta terhadap diriku (mengatakan apa yang aku tidak mengatakannya,
maka hendaklah ia menempati tempat duduknya di dalam neraka jahannam”.
(H.R.
bukhari muslim dan lain lain)
Larangan
membuat hadis, umum. Dalam segala keadaan tidak dibolehkan. Baik dalam
urusan menggemarkan (targhib) dan
mempertakutkan (tarhib).
Nabi saw
juga bersabda:
“barangsiapa
menceritakan alim yang mengetahui kepalsuan sesuatu hadis, meriwayatkan hadis
itu. Juga seseorang yang tiada mengetahui urusan hadis, tetapi telah
diterangkan kepadanya, bahwa hadis itu maudhu’. Meriwayatkan lagi hadis itu,
dengan tidak menerangkan keadaannya.
Tiada boleh
seseorang alim yang mengetahui kepalsuan sesuatu hadis, meriwayatkan hadis itu.
Juga seseorang yang tiada megetahui urusan hadis, tetapi telah diterangkan
kepadanya, bahwa hadis itu maudhu’, meriwayatkan lagi hadis itu, dengan tidak
menerangkan keadaannya.[1]
C. JALAN-JALAN MENGETAHUI HADIS MAUDHU’
Para ulama telah membuat kaidah-kaidah untuk menjadi dasar pegangan
dalam menetapkan hadis shahih, hadis hasan, dan hadis dha’if. Demikian pula
para ulama telah membuat kaidah-kaidah yang menjadi dasar dalam menetapkan
hadis-hadis maudhu’. Mereka telah
menetapkan tanda-tanda yang harus kita perhatikan dengan seksama, agar dapatlah
kita membedakan mana yang bukan maudhu’ dan mana yang maudhu’.
D. TANDA-TANDA HADIS MAUDHU’
Banyak benar jalan mengetahui kemaudhu’an hadis. Jalan-jalan tersebut
diketahui oleh para ahli hadis yang sungguh dalam pengetahuannya.
E. SEBAB-SEBAB DIBUAT HADIS MAUDHU’
1. Diantara sebab-sebab pemalsu-pemalsu hadis membuat
hadis maudhu’ ialah: untuk menimbulkan kekeruhan di dalam agama. Mereka
bermaksud agar agama islam yang suci ini, menjadi keruh dengan adanya hadis-hadis
palsu yang mereka sisipkan.
Banyak diantara mereka yang pada
lahirnya islam, bermaksud merobohkan islam yang amat kuat ini, dengan jalan
mengada-ngadakan hadis maudhu’.
Di
antaranya pula, Muhammad ibn Sa’ied Asy Syanai yang mati ditepang karena
dituduh zindiq. Dia meriwayatkan hadis dari Humaid dari Anas, bahwa Nabi saw bersabda:
“aku penghabisan segala Nabi, tak ada Nabi sesudahku, melainkan jika
dikehendaki Allah”.
Diterangkan
oleh Al Hakim bahwa dia membuat pengecualian ini adalah karena ia mengajak
manusia supaya mengaku kenabiannya.[2]
2. Ada pula yang memalsukan hadis untuk
menegakkan pendapat, padahal pendapat itu tiada berdalil dari Sunnah. Mereka
yang berbuat demikian, adalah untuk menolong dan menegakkan pendirian semata,
seperti yang telah dilakukan oleh beberapa lebai masa ini.
3. Ada pula yang membuat hadis palsu
untuk menyemangatkan pidatonya, untuk
menarik perhatian pendengar, seperti yang banyak dilakukan oleh tukang-tukang
nasihat.
4. Dan disamping itu terdapat pula Ulama us Su’ (ulama yang membeli dunia
dengan akhirat, ulama yang mendekatkan diri kepada Khulafa, muluk dan umaraa
dengan perantaraan fatwa-fatwa yang bohong dan perkataan-perkataan yang
diada-adakan, guna kepentingan dirinya sendiri).
Diantara
hadis maudhu’ yang mereka letakkan di dalam tafsir-tafsirnya ialah: hadis yang
menerangkan bahwa Nabi saw ketika membaca:
Menambah
perkataan:
Ini adalah
suatu hadis yang terang benar kemaudhu’annya[3]
Abu Muhammad
Al Juwainy berkata:
“orang yang
memalsukan sesuatu hadis terhadap Rasulullah dengan sengaja, menjadi kafir”.
F. CIRI-CIRI HADIS MAUDHU’
Para ulama hadis telah menentukan kaidah – kaidah untuk mengenali hadis
–hadis maudhu’ sebagaimana halnya mereka juga telah menentukan ciri – ciri
untuk mengetahui sesuatu hadis itu shahih, hasan atau dha‘if .
Ciri –ciri
kepalsuan sesuatu hadis dapat dilihat pada sanadnya dan juga kepada matannya.
a. Ciri –ciri yang
terdapat pada sanad :
1) Pangakuan si pemalsu hadis itu
sendiri bahwa dia telah memalsukan
hadis.umpamanya pengakuan abu ishmah nuh ibn abi maryam bahwa dia telah
memalsukan beberapa hadis yang berkaitan dengan keutamaan surat-surat al-quran
.
2) Kenyataan sejarah atau qarinah yang
menenjukkan bahwa perawi tidak bertema dengan orang yang diakuinya sebagai
gurunya , seperti ma’mun ibn ahmad al- harawi yang mengaku mendengar hadis diri
hisyam ibn hammar . al-hafizh ibn hibban mempertanyakan kapan ma’mun datang ke
syam, dijawab oleh ma’mun tahun 250 h. ibn hibban selanjutnya mengatakan, bahwa
hisyam ibn hammar itu meninggal tahun 245 h. Ma’mun kemudian menjawab ,bahwa
itu adalah hisyam ibn hammar yang lain.
3) Keadaan ( qarinah ) pada perawi,
sesuatu hadis dapat diketahui kepalsuannya dengan melihat keadaan si perawi ,
seperti yang terlihat pada diri sa’ad ibn dharif ketika suatu hari anaknya
pulang diri sekolah dalam keadaan menangis .sa’ad menanyakan mengapa dia
menangis, yang dijawab oleh sang anak bahwa dia dipukul oleh gurunya, mendengar
jawaban anaknya tersebut ,sa’ad pun berkata :
Telah menceritakan kepada kami ‘ikrimah dari ibn ‘abbas dari nabi saw
,beliau bersabda , ”para pengajar anak –anak kamu adalah orang –orang jahat di antara kamu, mereka kurang kasih
sayang kepada anak yatim dan berlaku kasar terhadap orang –orang miskin .
Ibn ma’in mengatakan ,bahwa sa’ad ibn dharif tidak boleh diterima riwayatnya, dan ibn hibban menyatakan bahwa ibn dharif
adalah seorang pemalsu hadis.
4) Perawi tersebut dikenal sebagai
seorang pendusta , sementara hadis yang diriwayatkannya itu tidak pula
diriwayatkan oleh seorang perawi lain yang dipercaya.
b. ciri –ciri yang terdapat pada matan :
1. Terdapat kerancuan pada lafaz hadis
yang diriwayatkan ,yang apabila lafaz tersebut dibaca oleh seorang ahli bahasa
ia akan segara mengetahui bahwa hadis tersebut adalah palsu dan bukan berasal
dari nabi saw .hal tersebut adalah jika si perawi menyatakan bahwa hadis yang
diriwayatkannya itu lafaznya berasal dari nabi saw.
2. Maknanya rusak dan tidak dapat
diterima akal sehat bahwa hadis tersebut berasal dari nabi saw, seperti hadis :
1) Siapa yang mengambil
ayam jantan putih ,dia tidak akan didekati (dikenai) oleh setan dan sihir .
2) Sesungguhnya sampan
(kapan ) nabi nuh telah tawaf di baitullah sebanyak tujuh kali ,dan shalat di
makam ibrahim dua rakaat .
3) Terong adalah obat
untuk segala penyakit
3. Bertentangan dengan nash al –qur’an,
hadis mutawatir ,atau ijma, seperti:
“Anak zina tidak akan masuk ke
dalam surga sampai tujuh keturunan”
4. Hadis yang mendakwa bahwa para
sahabat sepakat untuk menyembunyikan sesuatu pernyataan rasul saw ,seperti
riwayat tentang rasul saw memegang tangan ali di hadapan para sahabat, kemudian
beliau bersabda :
Ini adalah para sahabat, menurut dakwaan kelompok yang memalsukan hadis
tersebut,
bersepakat untuk menyembunyikan dan mengubah hadis tersebut.
5. Hadis yang menyalahi fakta sejarah yang
terjadi pada masa nabi saw, seperti
hadis yang menjelaskan bahwa nabi
saw menetapkan jizyah atas penduduk khaibar dengan disaksikan oleh sa’d ibn mu
‘az . sa’ad sendiri menurut keterangan sejarah
telah meninggal sebelum peristiwa tersebut, yaitu pada peristiwa perang
khandaq, dan penetapan jizyah baru
ditetapkan Nabi pada perang tabuk terhadap orang –orang nasrani di bahrain dan
yahudi di yaman .
KESIMPULAN
Hadis maudhu’ adalah:
“sebuah hadis berita bohong yang dibuat-buat dengan menyandarkan
perkataan itu kepada Rasul, padahal Rasul suci dari menyabdakan perkataan
tersebut”.
Menurut para ulama hadis, maudhu’ ialah :
“hadis yang dibuat-buat, yakni:
hadis yang dicecatnya disebabkan kedustaan perawi”
Mereka sandarkan perkataan itu kepada Rasul, padahal Rasul suci dari
menyabdakan perkataan tersebut.
Orang yang
telah mengetahui bahwa sesuatu hadis itu maudhu (palsu), tiada dibolehkan
sekali-kali ia meriwayatkannya dengan menyandarkan kepada Rasulullah saw
kecuali jika ia terangkan kepalsuan hadis tersebut.
Dan para
ulama hadis pun telah menentukan kaidah – kaidah untuk mengenali hadis –hadis
maudhu’ sebagaimana halnya mereka juga telah menentukan ciri – ciri untuk
mengetahui sesuatu hadis itu shahih, hasan atau dha’if .
DAFTAR PUSTAKA
PROF. DR.
T.M Hasbi Ash-Shiddieqy. Pokok-pokok ilmu dirayah hadis I (Jakarta: bulan
bintang, 1981)
PROF. DR.
T.M Hasbi Ash-Shiddieqy. Pokok-pokok ilmu dirayah hadis II (Jakarta: bulan
bintang, 1981)
DR. Nawir
Yuslem. Ulumul Hadis (Jakarta: bulan bintang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar