Kamis, 06 Juni 2013

ULUMUL HADIS




                                                        HADIS MAUDHU’      


A.    PENGERTIAN HADIS MAUDHU’

Maudhu’ menurut lughat, ialah:
a.      yang diletakkan, dibiarkan.
b.     Menggugurkan

“menggugurkan jinayat” daripadanya.

c.      Meninggalkan, seperti: ibilun maudhu’atun. Maksudnya: yang ditinggalkan atau dibiarkan tinggal ditempat penggembalaan.
d.     Berita bohong yang dibuat-buat.

Maudhu’ menurut istilah ialah:

“sebuah hadis berita bohong yang dibuat-buat dengan menyandarkan perkataan itu kepada Rasul, padahal Rasul suci dari menyabdakan perkataan tersebut”.

Menurut para ulama hadis, maudhu’ ialah :

“hadis yang dibuat-buat,  yakni: hadis yang dicecatnya disebabkan kedustaan perawi”

Mereka sandarkan perkataan itu kepada Rasul, padahal Rasul suci dari menyabdakan perkataan tersebut.

Setengah ulama menta’rifkanny dengan:

“yang telah shah dipalsukan, yakni adanya kebohongannya, disisi ahli hadis”.

Hadis maudhu’ adalah: seburuk-buruk hadis dha’if
Hadis maudhu’ dinamakan juga hadis musqath, hadis matruk, mukhtalaq, dan muftara.


B.    HUKUM MERIWAYATKAN HADIS MAUDHU’

Orang yang telah mengetahui bahwa sesuatu hadis itu maudhu (palsu), tiada dibolehkan sekali-kali ia meriwayatkannya dengan menyandarkan kepada Rasulullah saw kecuali jika ia terangkan kepalsuan hadis tersebut.

Nabi Saw bersabda:

“barangsiapa berbuat dusta terhadap diriku (mengatakan apa yang aku tidak mengatakannya, maka hendaklah ia menempati tempat duduknya di dalam neraka jahannam”.
(H.R. bukhari muslim dan lain lain)

Larangan membuat hadis, umum. Dalam segala keadaan tidak dibolehkan. Baik dalam urusan  menggemarkan (targhib) dan mempertakutkan (tarhib).

Nabi saw juga bersabda:

“barangsiapa menceritakan alim yang mengetahui kepalsuan sesuatu hadis, meriwayatkan hadis itu. Juga seseorang yang tiada mengetahui urusan hadis, tetapi telah diterangkan kepadanya, bahwa hadis itu maudhu’. Meriwayatkan lagi hadis itu, dengan tidak menerangkan keadaannya.

Tiada boleh seseorang alim yang mengetahui kepalsuan sesuatu hadis, meriwayatkan hadis itu. Juga seseorang yang tiada megetahui urusan hadis, tetapi telah diterangkan kepadanya, bahwa hadis itu maudhu’, meriwayatkan lagi hadis itu, dengan tidak menerangkan keadaannya.[1]

C.    JALAN-JALAN MENGETAHUI HADIS MAUDHU’

Para ulama telah membuat kaidah-kaidah untuk menjadi dasar pegangan dalam menetapkan hadis shahih, hadis hasan, dan hadis dha’if. Demikian pula para ulama telah membuat kaidah-kaidah yang menjadi dasar dalam menetapkan hadis-hadis maudhu’.  Mereka telah menetapkan tanda-tanda yang harus kita perhatikan dengan seksama, agar dapatlah kita membedakan mana yang bukan maudhu’ dan mana yang maudhu’.

D.    TANDA-TANDA HADIS MAUDHU’

Banyak benar jalan mengetahui kemaudhu’an hadis. Jalan-jalan tersebut diketahui oleh para ahli hadis yang sungguh dalam pengetahuannya.

E.     SEBAB-SEBAB DIBUAT HADIS MAUDHU’

1.     Diantara  sebab-sebab pemalsu-pemalsu hadis membuat hadis maudhu’ ialah: untuk menimbulkan kekeruhan di dalam agama. Mereka bermaksud agar agama islam yang suci ini, menjadi keruh dengan adanya hadis-hadis palsu yang mereka sisipkan.
Banyak diantara  mereka yang pada lahirnya islam, bermaksud merobohkan islam yang amat kuat ini, dengan jalan mengada-ngadakan hadis maudhu’.

Di antaranya pula, Muhammad ibn Sa’ied Asy Syanai yang mati ditepang karena dituduh zindiq. Dia meriwayatkan hadis dari Humaid dari Anas,  bahwa Nabi saw bersabda:

“aku penghabisan segala Nabi, tak ada Nabi sesudahku, melainkan jika dikehendaki Allah”.

Diterangkan oleh Al Hakim bahwa dia membuat pengecualian ini adalah karena ia mengajak manusia supaya mengaku kenabiannya.[2]

2.     Ada pula yang memalsukan hadis untuk menegakkan pendapat, padahal pendapat itu tiada berdalil dari Sunnah. Mereka yang berbuat demikian, adalah untuk menolong dan menegakkan pendirian semata, seperti yang telah dilakukan oleh beberapa lebai masa ini.

3.     Ada pula yang membuat hadis palsu untuk menyemangatkan  pidatonya, untuk menarik perhatian pendengar, seperti yang banyak dilakukan oleh tukang-tukang nasihat.

4.     Dan disamping itu terdapat pula Ulama us Su’ (ulama yang membeli dunia dengan akhirat, ulama yang mendekatkan diri kepada Khulafa, muluk dan umaraa dengan perantaraan fatwa-fatwa yang bohong dan perkataan-perkataan yang diada-adakan, guna kepentingan dirinya sendiri).


Diantara hadis maudhu’ yang mereka letakkan di dalam tafsir-tafsirnya ialah: hadis yang menerangkan bahwa Nabi saw ketika membaca:
Menambah perkataan:

Ini adalah suatu hadis yang terang benar kemaudhu’annya[3]

Abu Muhammad Al Juwainy berkata:

“orang yang memalsukan sesuatu hadis terhadap Rasulullah dengan sengaja, menjadi kafir”.

F.     CIRI-CIRI HADIS MAUDHU’

Para ulama hadis telah menentukan kaidah – kaidah untuk mengenali hadis –hadis maudhu’ sebagaimana halnya mereka juga telah menentukan ciri – ciri untuk mengetahui sesuatu hadis itu shahih, hasan atau dha‘if .

Ciri –ciri kepalsuan sesuatu hadis dapat dilihat pada sanadnya dan juga kepada matannya.
a.      Ciri –ciri yang terdapat pada sanad :

1)     Pangakuan si pemalsu hadis itu sendiri bahwa dia telah memalsukan    hadis.umpamanya pengakuan abu ishmah nuh ibn abi maryam bahwa dia telah memalsukan beberapa hadis yang berkaitan dengan keutamaan surat-surat al-quran .

2)     Kenyataan sejarah atau qarinah yang menenjukkan bahwa perawi tidak bertema dengan orang yang diakuinya sebagai gurunya , seperti ma’mun ibn ahmad al- harawi yang mengaku mendengar hadis diri hisyam ibn hammar . al-hafizh ibn hibban mempertanyakan kapan ma’mun datang ke syam, dijawab oleh ma’mun tahun 250 h. ibn hibban selanjutnya mengatakan, bahwa hisyam ibn hammar itu meninggal tahun 245 h. Ma’mun kemudian menjawab ,bahwa itu adalah hisyam ibn hammar yang lain.

3)     Keadaan ( qarinah ) pada perawi, sesuatu hadis dapat diketahui kepalsuannya dengan melihat keadaan si perawi , seperti yang terlihat pada diri sa’ad ibn dharif ketika suatu hari anaknya pulang diri sekolah dalam keadaan menangis .sa’ad menanyakan mengapa dia menangis, yang dijawab oleh sang anak bahwa dia dipukul oleh gurunya, mendengar jawaban anaknya tersebut ,sa’ad pun berkata :



Telah menceritakan kepada kami ‘ikrimah dari ibn ‘abbas dari nabi saw ,beliau bersabda , ”para pengajar anak –anak kamu adalah orang –orang  jahat di antara kamu, mereka kurang kasih sayang kepada anak yatim dan berlaku kasar terhadap orang –orang miskin .

Ibn ma’in mengatakan ,bahwa sa’ad ibn dharif  tidak boleh diterima riwayatnya,  dan ibn hibban menyatakan bahwa ibn dharif adalah seorang pemalsu hadis.


4)     Perawi tersebut dikenal sebagai seorang pendusta , sementara hadis yang diriwayatkannya itu tidak pula diriwayatkan oleh seorang perawi lain yang dipercaya.


b.      ciri –ciri yang terdapat pada matan :

1.     Terdapat kerancuan pada lafaz hadis yang diriwayatkan ,yang apabila lafaz tersebut dibaca oleh seorang ahli bahasa ia akan segara mengetahui bahwa hadis tersebut adalah palsu dan bukan berasal dari nabi saw .hal tersebut adalah jika si perawi menyatakan bahwa hadis yang diriwayatkannya itu lafaznya berasal dari nabi saw.

2.     Maknanya rusak dan tidak dapat diterima akal sehat bahwa hadis tersebut berasal dari nabi saw, seperti hadis :

1)     Siapa yang mengambil ayam jantan putih ,dia tidak akan didekati (dikenai) oleh setan dan sihir .
2)     Sesungguhnya sampan (kapan ) nabi nuh telah tawaf di baitullah sebanyak tujuh kali ,dan shalat di makam ibrahim dua rakaat .
3)     Terong adalah obat untuk segala penyakit


3.     Bertentangan dengan nash al –qur’an, hadis mutawatir  ,atau ijma, seperti:

   “Anak zina tidak akan masuk ke dalam surga sampai tujuh keturunan”

4.     Hadis yang mendakwa bahwa para sahabat sepakat untuk menyembunyikan sesuatu pernyataan rasul saw ,seperti riwayat tentang rasul saw memegang tangan ali di hadapan para sahabat, kemudian beliau bersabda :


Ini adalah para sahabat, menurut dakwaan kelompok yang memalsukan hadis tersebut,
bersepakat untuk menyembunyikan dan mengubah hadis tersebut.

5.     Hadis yang menyalahi fakta sejarah yang terjadi pada masa nabi saw, seperti  hadis yang  menjelaskan bahwa nabi saw menetapkan jizyah atas penduduk khaibar dengan disaksikan oleh sa’d ibn mu ‘az . sa’ad sendiri menurut keterangan sejarah  telah meninggal sebelum peristiwa tersebut, yaitu pada peristiwa perang khandaq, dan penetapan  jizyah baru ditetapkan Nabi pada perang tabuk terhadap orang –orang nasrani di bahrain dan yahudi di yaman .

KESIMPULAN


Hadis maudhu’ adalah:
“sebuah hadis berita bohong yang dibuat-buat dengan menyandarkan perkataan itu kepada Rasul, padahal Rasul suci dari menyabdakan perkataan tersebut”.

Menurut para ulama hadis, maudhu’ ialah :
“hadis yang dibuat-buat,  yakni: hadis yang dicecatnya disebabkan kedustaan perawi”

Mereka sandarkan perkataan itu kepada Rasul, padahal Rasul suci dari menyabdakan perkataan tersebut.

Orang yang telah mengetahui bahwa sesuatu hadis itu maudhu (palsu), tiada dibolehkan sekali-kali ia meriwayatkannya dengan menyandarkan kepada Rasulullah saw kecuali jika ia terangkan kepalsuan hadis tersebut.

Dan para ulama hadis pun telah menentukan kaidah – kaidah untuk mengenali hadis –hadis maudhu’ sebagaimana halnya mereka juga telah menentukan ciri – ciri untuk mengetahui sesuatu hadis itu shahih, hasan atau dha’if .
                                                                   

DAFTAR PUSTAKA


PROF. DR. T.M Hasbi Ash-Shiddieqy. Pokok-pokok ilmu dirayah hadis I (Jakarta: bulan bintang, 1981)

PROF. DR. T.M Hasbi Ash-Shiddieqy. Pokok-pokok ilmu dirayah hadis II (Jakarta: bulan bintang, 1981)

DR. Nawir Yuslem. Ulumul Hadis (Jakarta: bulan bintang)


[1]  Alfiyah As Sayuthi Ta’liq Ahmad Muhammad Syakir : 80

[2]  Manhaj Dzawin-Nadhar, 10.
[3]  Manah, nama suatu batu kepunyaan Hudzail. Gharanieq bermakna berhala.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar