KEIMANAN
A. Hubungan Iman, Islam, Ihsan, & Hari Kiamat
v IMAN
1.
Arti iman
Secara bahasa, iman adalah kepercayaan. Dalam kaitan ini, ibnu hajar
menjelaskan :
(iman kepada Allah adalah membenarkan tentang wujud Allah, dia bersifat
dengan sifat kesempurnaan, maha suci Allah memiliki sifat-sifat kekurangan.)[1]
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dipahami bahwa,
Iman ialah mempercayai dengan hati, mengikrarkan dengan
lisan dan mengamalkan dengan anggota segala apa yang dibawa Nabi Muhammad saw
dari Allah swt.
2.
Rukun iman
Yang wajib kita imani ada 6 perkara :
a. Iman kepada Allah swt
b. Iman kepada
malaikat-malaikatNya
c. Iman kepada kitab-kitabNya
d. Iman kepada utusan-utusanNya
e. Iman kepada hari kiamat
f. Iman kepada qadha’ qadarNya
3.
Hal-hal yang meniadakan iman
Ada beberapa hal yang apabila kita lakukan, hilanglah keimanan kita.
Antara lain adalah:
a. Menyembah berhala secara
sengaja dan sadar
b. Menyekutukan Allah dengan
makhluk.
c. Memandang remeh syariat agama
dan menghina secara terang-terangan kebenaran islam.
d. Mencaci, mencela sifat-sifat
Allah dan RasulNya
e. Mengucapkan kata-kata, atau melakukan sesuatu tindakan,
yang mengandung kekafiran atau membawa kemusyrikan.
f. Sengaja tidak mau mengucapkan
dua kalimah syahadat, atau meninggalkan kewajiban-kewajiban agama .
g. Mengkafirkan orang mukmin,
atau bercita-cita ingin jadi orang kafir.
h. Menghalalkan yang haram dan
mengharamkan yang halal, dengan sungguh-sungguh.
Hal-hal tersebut di atas, tidak berlaku apabila dilakukan oleh :
a. Anak-anak dibawah umur
b. Orang mabuk atau gila
c. Tidak sadar sebab mengigau
d. Orang yang dipaksa, sedangkan
hatinya masih tetap beriman.
e. Orang yang mengajar atau
menceritakan tentu orang-orang kafir kepada orang lain.
4.
Dalil tentang iman
a. Firman Allah:
Artinya:
“wahai orang-orang yang
beriman, percaya kalian kepada Allah dan RasulNya, dan kepada kitab yang
diturunkan kepada RasulNya dan kita yang diturunkanNya sebelum itu. Barangsiapa
yang ingkar kepada Allah, malaikatNya, kitabNya, dan kepada Rasulnya serta hari
kemudian, maka sungguh ia telah sesat sejauh-jauhnya kesesatan…” (An Nisa’ : 136)
b. Sabda Nabi saw :
Artinya:
“iman ialah hendaknya
engkau percaya kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitabNya,
rasul-rasulNya , hari kemudian, dan engkau percaya kepada qadha’ qadarNya,
yakni baik dan buruk dari Allah swt.” (H.R. Muslim dari Umar)
5.
Cara beriman
Cara beriman ada 2 macam:
1. Secara ijmal artinya secara
ringkas, tanpa mengetahui dalil-dalilnya.
2. Sacara tafshiil artinya secara
terperinci, dan mengetahiu dalil-dalilnya.
Bagi
orang-orang awam yang belum beriman secara ijmal maupun secara tafshiil, tetai
hanya mengekor/mengikuti orang lain dalam keimanannya itu, maka disebut
“muqolid..”, dan mereka ini tetap menanggung dosa karena tidak mau belajar,
walaupun imannya dianggap sah.
v ISLAM
1.
Arti islam
Sewaktu membicarakan tentang definisi islam al maudidi menjelaskan:
“setiap agama didunia ini telah dinamai setelah pendiri dari suatu
komunitas atau bangsa itu dilahirkan. Sebagai contoh Kristen diambil dari nama
isa yang kudus, buda dari pendirinya Buddha Gautama, Zoroastrian dari
pendirinya Zoroaster, jahudi dari bangsa jahudi, yakni dari nama suku Judah (
daerah Judea) di mana ia terbentuk” .[2]
Islam
secara bahasa berarti patuh, penyerahan, pengabdian. Dengan demikian, maka
muslim adalah orang yang menyerahkan diri, patuh dan hanya mengabdi kepada
Allah swt. Karena tunduk dan patuh, maka jadilah seorang muslim itu orang yang
selamat.
Sumber
ajaran islam adalah Alquran dan Sunnah rasulullah saw. Kedudukan utama Alquran
adalah sebagai petunjuk bagi manusia sepanjang masa.
2.
Rukun islam
a. Mengucapkan 2 kalimat syahadat
b. Mendirikan sholat 5 waktu
c. Menunaikan zakat
d. Mengerjakan puasa dibulan
ramadhan
e. Melaksanakan haji ke baitullah
bagi yang kuasa.
Hal itu ditegaskan
dalam sebuah hadis nabi :
Artinya:
“dibangun agama itu
diatas 5 perkara (sendi dasar) yaitu: menyaksikan bahwa tiada Tuhan yang wajib
disembah melainkan Allah, dan menyaksikan bahwasanya nabi Muhammad itu utusan
Allah. Dan dirikan sholat, menunaikan zakat, Mengerjakan puasa dibulan
ramadhan, melaksanakan haji ke baitullah bagi yang kuasa (mampu) perjalanannya.
3.
Hukum islam
Hukum islam ialah peraturan, UU, ketetapan dan ketentuan- ketentuan yang
bersumber dari kitab Alquran, dan sunnah
nabi, baik berupa perintah maupun larangan. Ia meliputi :
a. Wajib : suatu perintah keras,
yang mesti dikerjakan. Siapa yang mengerjakan mendapat pahala, dan yang
meninggalkan mendapat dosa.
b. Sunnah: suatu perintah yang
harus dikerjakan. Siapa yang mengerjakannya mendapat pahala, dan yang
meninggalkannya tidak mendapat dosa.
c. Makruh: suatu larangan yang
dilanggar tidak berdosa, dan jika dihentikan diberi pahala.
d. Mubah: suatu yang boleh dikerjakan
dan boleh pula ditinggalkan, yakni tidak mendapat pahala dan tidak berdosa.
e. Haram: suatu larangan keras
yang mesti ditinggalkan. Siapa yang mengerjakannya mendapat dosa, dan siapa
yang meninggalkan mendapat pahala.
4.
Pembagian hukum-hukum yang
pokok
a. Fardhu : ia sama dengan wajib, yakni berpahala jika
dikerjakan dan berdosa jika ditinggalkan. Ia dibagi 2 bagian :
1. Fardhu ‘ain
2. Fardhu kifayah
b. Mandub : yaitu sama
pengertiannya dengan sunnah. Disebut juga dengan mustahab. Yakni dianjurkan
yang mengerjakan mendapat pahala jika ditinggalkan tidak mendapat dosa. Ia
dibagi 2 bagian :
1. Sunnah muakkad
2. Ghairu muakkad
c. Makruh : yaitu suatu yang
dianjurkan untuk ditinggalkan, walaupun jika ditinggalkan tidak berdosa juga.
Ia dibagi 2 bagian :
1. Makruh tahrim
2. Makruh tanzih
v IHSAN
1.
Arti ihsan
Ihsan yaitu
hendaknya kamu beribadah kepada Allah seolah-olah kamu melihatNya. Jika kamu
tidak melihatNya, maka (wajib yakin) bahwa sesungguhnya ia melihat kamu.
2.
Martabat ihsan
Berdasarkan firman
Allah, tentang ihsan diterangkan:
Artinya:
“sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang taqwa dan
beserta orang-orang yang berbuat ihsan. (An
Nahl : 128)
Artinya:
“kamu tidak barada
dalam suatu keadaan dan tidak membaca satu dari ayat alquran serta tidak
melakukan suatu pekerjaaan, melainkan kami menjadikan saksi atas kamu diwaktu
kamu melakukannya”.
(yunus :61)
Berdasarkan
dalil-dalil diatas, maka dapat disimpulkan bahwa martabat ihsan itu ada 2 yakni tawqa & ikhlas:
a. Tawqa
Taqwa yaitu mengerjakan
segala perintah Allah serta menjauhi semua laranganNya.
b. Ikhlas
Ikhlas yaitu kita melakukan
segala ibadah itu semata-mata karena iman kepada Allah dan karena mengharapkan
ridhaNya.
v HARI KIAMAT
1.
Arti Hari Kiamat
Hari kiamat ialah
: hari di mana Allah telah memberi ijin
kepada dunia untuk berakhir dan mulainya kehidupan akhirat.
Artinya :
“Dan hari kiamat
itu pasti datang, tak ragu lagi dan Allah akan membangkitkan semua orang dari
kuburnya”.
(Al Hajj : 7)
2.
Hal-hal yang berhubungan
dengan kiamat :
a. Mati
b. Soal jawab dalm kubur
c. Bangkit dari dalam kubur
d. Berkumpul dipadang mahsyar
e. Hisab perhitungan
f. Mizan timbangan
g. Shirath jembatan
h. Syafa’at & telaga
i. Syurga & neraka
3.
Tanda-tanda datangnya kiamat :
Tanda-tanda datangnya
hari kiamat itu banyak sekali, di antaranya :
a. Perbandinagn antara laki-laki
dengan perempuan berbanding 1-40
b. Perempuan budak melahirkan
tuannya
c. Orang-orang gunung, miskin dan
gembel, bermegah-megahan sebagai orang yang terhormat karena mendapat
kedudukan, dan saling berlomba membangun gedung-gedung pencakar langit
d. Banyaknya fitnah dan kurangnya
ilmu agama
e. Gempa bumi melebihi dari
biasanya
f. Lahirnya dajjal, tukang dusta
yang mengaku sebagai Rasul
g. Keluarnya binatang aneh yang
bercakap-cakap dengan manusia
h. Keluarnya ya’juj dan ma’juj
i. Keluarnya asap & awan
j. Terbitnya matahari dari barat
k. Turunnya isa almasih
Artinya:
“Maka
tidaklah yang mereka tunggu-tunggu melainkan hari kiamat (yaitu) kedatangannya
kepada mereka dengan tiba-tiba, karena Sesungguhnya telah datang
tanda-tandanya. Maka Apakah faedahnya bagi mereka kesadaran mereka itu apabila
kiamat sudah datang”? (Muhammad
: 18)
B.
Berkurangnya iman & islam karena maksiat
1.
Lafal hadis & terjemah
(abu hurairoh ra.
Berkata bahwa nabi Muhammad saw bersabda, “Tidak akan berzina seorang pezina
sewaktu ia berzina jika ia sedang beriman. Tidak akan meminum khamar seorang
mu’min sewaktu ia meminum khamar tersebut dalam keadaan beriman”. Pada riwayat
lain disebutkan, “Tidak akan merampas barang beharga seorang sehingga orang
membelalakkan mata keapadanya sewaktu merampas ia sedang beriman”.)
Iman bersifat fluktuatif, ia
dapat bertambah dan berkurang sesuai dengna ketaatan dan kemaksiatan yang
dilakukan oleh orang yang beriman tersebut.
Ini merupakan keyakinan ahli sunnah wal jama’ah dalam keadaan ini. Imam
abu hasan berkata:
Artinya:
(imam abu al hasan ali bin khalaf bin baththal al- maliki al- maghribi
berkata didalam syarah shahih al bukhari, mazhab jamaah ali sunnah dari
komunitas salaf al ummah dan setelahnya mengatakan bahwa “iman itu adalah
perkataan dan perbuatan yang dapat bertambah dan berkurang”.)
Ketika seseorang beriman
kepada Allah swt. Tentu ia meyakini bahwa segala perbuatannya dilihat dan
diawasi oleh Allah swt. Selanjutnya ia juga mempercayai bahwa malaikat akan
menjadi saksi atas perbuatannya dan mencatat dua sisi amalnya, amal yang baik
& buruk.
Dengan keyakinan ini, maka ia
akan selalu merasa segala gerak-geriknya diawasi. Hal ini merupakan kesadaran
yang sangat penting bagi seorang mu’min agar selalu sigap segala tipu daya
setan yang senantiasa berupaya menjerumuskannya kepda kekufuran dan maksiat.
Orang yang beriman sewaktu
melakukan maksiat, maka imannya sewaktu itu berada pada titik terendah ( lemah). Oleh sebab itu,
semakin sering ia melakukan maksiat, maka semakin lemah pula imannya. Iman juga
bisa terkikis habis dan tercabut dari diri seseorang, ketika ia murtad dari
islam. Karena, frekuensi iman seseorang dapat bertambah dan dapat berkurang
sesuai dengan kedekatannya kepada Allah.
Disebabkan iman tersebut dapat
bertambah dan berkurang maka seogianya orang yang beriman tetap meningkatkan keimanannya
dengan cara mendalami ilmu-ilmu keislaman dan mengamalkannya. Disamping itu,
jangan pernah menganggap dosa kecil sebagai hal yang sepele. Syaikh Abdullah at
talizi mengatakan bahwa diantara penyebab dosa kecil menjadi dosa besar karena
sikap memandang remeh terhadap dosa kecil sehingga ia termasuk orang yang
membanggakannya.[3]
Imam an- nawawi mengatakan
perbuatan dosa kecil yang dikerjakan secara terus menerus dapat menjadi dosa
besar. [4]
Perlu untuk diingat, bahwa
perbuatan maksiat dan kesalahan merupakan media dan wasilah untuk mendatangkan
kesengsaraan dan bencana yang sangat membahayakan. Oleh karena itu, setiap
musibah yang menimpa manusia, baik berupa bala, kesengsaraan, maupun apa saja
yang dibenci manusia lain dari perbutan itu sendiri.
C.
Rasa Malu Sebagian Dari Iman
1.
Lafal hadis dan terjemah
(dari ibnu amar ra. Ia
berkata, nabi saw. Berpapasan dengan seorang laki-laki dari kaum anshor yang
sedang menasehati saudaranya tentang masalah malu, lalu nabi saw bersabda
biarkan dia, karena sesungguhnya malu itu sebagian dari iman.
2.
Penjelasan hadis
Sesungguhnya,
malu adalah salah satu sifat manusia yang biasanya muncul karena sikap atau
perbuatnnya bertentangna dengan hokum atau norma-norma susila.namun ada rasa
malu yang muncul disebabkan minder karena kekurangan yang ada pada dirinya baik
itu karena kekurangan fisik atau karena keberadaan atau statusnya., maka hal
itu bersifat negative. Sebab, prilaku yang demikian akan membuat nya tidak
bersyukur atas nikmat Allah yang lain yang ada pada dirinya. Bahkan sikap
tersebut biasa membuatnya frustasi dan buruk sangka kepada ketentuan Allah.
Al-
hulaini mengatakan bahwa hakikat malu adalah adanya rasa takut untuk mkukan
perbuatan tercela. Sementara itu ibnu hajar al- asqalani mengungkapkan bahwa
malu dalam mengerjakan perbuatan yang haram adalah wajib, malu dalam melakukan
perbuatan makruh adalah sunnah, dan malu dalam melakukan perbuatan mubah adalah
baik menurut adat. Beliau menegaskan perasaan malu seperti itulah yang
merupakan yang merupakan cabang iman. [5]
[1]
Ibn hajar, juz I. h. 80
[2] Abul
a’la maududi, towards understanding islam, (india: the Islamic foundation,
1979), h. 17.
[3]
Abdullah at-talizi, asbab al- halaki al- umam wa sunnatillah fi qaum
al-mujrimin wa al-munharifin (Beirut: dar al-basya’ir al-islami, 1998), 10.
[4]
An-nawawi, syarh shahih muslim (Beirut: tp., tt.), juz II, h. 86-87).
[5]
Ibn hajar al-asqalani, fath al-bari (Saudi Arabia: maktabah syamilah, tt.), juz
I, h. 75.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar